Similar topics
Latest topics
Most Viewed Topics
Most active topic starters
kuku bima | ||||
admin | ||||
kermit katak lucu | ||||
hamba tuhan | ||||
feifei_fairy | ||||
paulusjancok | ||||
agus | ||||
gusti_bara | ||||
Muslim binti Muskitawati | ||||
Bejat |
Most active topics
MILIS MURTADIN_KAFIRUN
MURTADIN KAFIRUNexMUSLIM INDONESIA BERJAYA12 Oktober Hari Murtad Dari Islam Sedunia Menyongsong Punahnya Islam
Wadah syiar Islam terlengkap & terpercaya, mari sebarkan selebaran artikel yang sesungguhnya tentang si Pelacur Alloh Swt dan Muhammad bin Abdullah yang MAHA TERKUTUK itu ke dunia nyata!!!!
Who is online?
In total there are 99 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 99 Guests :: 3 BotsNone
Most users ever online was 354 on Wed 26 May 2010, 4:49 pm
Social bookmarking
Bookmark and share the address of MURTADINKAFIRUN on your social bookmarking website
Bookmark and share the address of MURTADIN_KAFIRUN on your social bookmarking website
KEKERASAN BUKAN BERSUMBER DARI AGAMA
Page 1 of 1
KEKERASAN BUKAN BERSUMBER DARI AGAMA
Kekerasan sudah menjadi bagian dari hidup dan kehidupan manusia, sejak pertama manusia muncul di bumi ini, sampai hari ini. Sebelum adanya wahyu Tuhan yang menurunkan sebuah agama bagi manusia, kekerasan sudah ada dan nyata memang terjadi, sebagai bagian tak terpisahkan dari kebiasaan manusiawi. Model kekerasan beraneka ragam, bisa berupa pertengkaran fisik, peperangan, adu algojo, dan sebagainya. Ada beberapa suku di berbagai negara yang menjadikan kekerasan sebagai hal yang lumrah, seperti adu bertarung manusia melawan banteng, adu kekuatan manusia melawan manusia lainnya, bahkan upacara kesukuan ada juga yang mengatraksikan perkelahian sesama manusia.
Jadi, sebelum adanya agama yang mengajarkan kehalusan budi pekerti, dan beberapa ajaran Islam yang dianggap mengusung kampanye pembolehan kekerasan seperti kebolehan suami memukul istri bila ia mangkir dari kewajibannya (Q.S. 4: 34-35), dan Hadits yang menyatakan anak perlu diperintahkan salat ketika berumur tujuh tahun, dan boleh dipukul (bila tidak salat) ketika berumur sepuluh tahun, kekerasan sudah hadir sebagai budaya dan adab kehidupan manusia.
Berkaitan dengan kekerasan yang sering terjadi akhir-akhir ini, sebenarnya bukan terjadi akhir-akhir ini saja. Sejarah mencatat, peperangan sudah berlangsung ribuan tahun yang lalu, melibatkan suku-suku dan berbagai penyebab lainnya timbulnya pertengkaran fisik, sebelum adanya sebuah doktrin agama langit yang membimbing manusia ke jalan pekerti yang halus dan lembut.
Maka, melihat kondisi kekerasan yang sudah ada jauh sebelum adanya agama itu sendiri, tidak bisa disimpulkan bahwa kekerasan berasal dan bersumber dari agama, meskipun ada kalanya menggunakan ayat-ayat dari sebuah agama. Apabila suatu saat terjadi kekerasan bersumberkan dari ayat dalam kitab agama tertentu, maka itulah sebenarnya suatu upaya untuk melegalkan dan membenarkan tabiat kekerasan yang memang sudah ada secara alamiah dalam diri manusia dan tipologi sosiologisnya.
Dalam Teori Behaviurostik disebutkan, bahwa beberapa hal yang menimbulkan sikap manusia,.adalah adanya kebiasaan dan suasana yang terbiasa. Ketika kekerasan sudah terbiasa dalam rumah tangga dan masyarakat sekelilingnya, dengan latar belakang yang beraneka ragam, menurut teori besutan Gage dan Berliner ini, manusia memiliki perilaku yang dibentuk oleh suatu stimulus dan respon yang saling berkaitan. Dari teori ini, dikembangkan suatu hipotesa ringan, bahwa kadangkala agama merupakan Reinforcement and upaya Punishment terhadap suatu stimulus luar dirinya dan masyarakatnya, sehingga timbulnya kekerasan itu seseorang atau kelompok.
Kekerasan Terpendam dan Kekerasan Terlihat
Dilihat dari sudut kejadiannya, ada 2 jenis kejadian kekerasan, yaitu 1) kekerasan terpendam 2) kekerasan terlihat. Suatu kondisi masyarakat itu sebenarnya dalam kondisi saling curiga, saling bermusuhan dan bertarung, tetapi ketika kendali masih menguasai, maka tidak sampai terpicu menjadi pelaksanaan sebuah kekerasan dalam tindakan. Ketika kekerasan itu terlaksana dalam kenyataan sehari-hari, seperti dalam kasus beberapa hari terakhir ini, itu bukanlah disebabkan semata-mata karena adanya kejadian sesaat itu juga. Kekerasan itu merupakan suatu luahan dari “kekerasan terpendam” yang memang sebenarnya selalu ada dalam diri manusia. Ada kekerasan yang dilampiaskan dengan bentuk fisik, tetapi ada kekerasan yang dilampiaskan dalam bentuk “gagasan kekerasan” yang ujung-ujungnya juga menuntut sebuah pelampiasan “kekerasan terpendam” tersebut.
Dari sudut pandang ini, lebih arif kita tidak memuji sebuah negara atau suatu komunitas yang kelihatannya aman-aman saja, yang kelihatannya damai-damai saja. Justru di situ terpendam suatu potensi kekerasan luar biasa yang bisa jadi lebih keras akibatnya dari yang sudah terjadai selama ini. Atau jika tidak, justru itu suatu kondisi ketertindasan sosial yang merata, yang diakui sebagai “kedamaian” semu suatu masyarakat tertentu.
Berbagai kasus peperangan antara suku di Indonesia, seperti di Papua, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lain dan di luar negeri seperti di Sudan, Rwanda, Serbia, dan lain-lain, semua itu bukan terjadi atas nama agama tertentu. Kemudian kejahatan terhadap ras tertentu di dunia ini, juga bukan atas nama agama tertentu. Mayoritas peperangan yang merupakan lambing kekerasan tidak terjadi atas nama agama tertentu, sehingga melibatkan dan menyeret doktrin agama dalam kasus peperangan dan kekerasan suatu manusia dan kumpulan manusia, baik dalam bentuk suku, kelompok ataupun negara, adalah sebuah kesimpulan yang tidak berdasar sama sekali.
Maksudnya, ketika terjadi sebuah keamanan atau kedamaian suatu kelompok atau masyarakat pada suatu saat, kemudian ketika tiba-tiba ada umat beragama datang dan lantas timbul suatu tindakan kekerasan, maka itu disebabkan bukan dari agama yang menimbulkan, tetapi lebh sebuah luahan “kekerasan terpendam” yang selama ini “tertutup” dalam hasrat dan keinginan manusianya. Tabiat keras, bisa diluahkan dalam bentuk perang suku, kelompok, negara dan bahkan ditempelkan pada agama tertentu, sebab mudah saja bagi siapapun untuk menempelkan kekerasan pada agama tertentu, apalagi ternyata ada ayat kitab agama tertentu tersebut yang secara tekstual terdapat perintah bertindak keras, seperti ayat dan hadits di atas. Ayat dan Hadist tersebut hanya sebagai legalisasi dan pintu meluahkan semangat kekerasan yang memang asalnya sudah ada dan bersemayam dalam dirinya.
Sebagai contoh ringan, kebetulan penulis adalah seorang Guru Bimbingan Konseling, yang menangani berbagai kenakalan remaja di sekolah. Semua tindakan kekerasan satu siswa terhadap siswa lainnya ternyata terjadi bukan karena temannya itu kafir, beda suku, beda negara, beda agama ataupun perbedaan lainnya yang menyolok, tetapi disebabkan oleh hal lainnya selain factor kafir atau muslim, agama, suku, dan negara. Mereka sama satu agama, sama satu suku, sama satu negara, tetapi mengapa masih saja bisa saling tindakan kekerasan. Inilah yang dimaksud, bahwa kekerasan sebenarnya tabiat asal manusia, yang pelampiasannya bisa berupa kekerasan dalam tindakan atau kekerasan dalam rencana ataupun gagasan tertentu.
Contoh yang lain, adalah peperangan yang sampai hari ini terjadi di Palestina, yang jelas bukan terjadi atas nama agama, kemudian perang di Irak dan Afghanistan, juga bukan disebabkan alasan agama tertentu.
Kekerasan tetap ada, tetapi yang terbaik adalah mengupayakan mengurangi akibat buruk dari kekerasan tersebut.
Dan agama, sebagai salah satu pintu untuk keluarnya api kekerasan yang sudah ada dan terjadi dalam sejarah umat manusia. Lebih tepatnya, api kekerasan sudah ada, di mana itu bisa menjalar dalam sektor lain termasuk ruang agama, jika manusianya tidak waspada dan hati-hati memahami ajaran Cinta dan Hati dalam suatu agama, dan itu diperoleh dengan pemahaman melalui pendidikan.
Survei PPIM Tahun 2006
Dalam suatu survei yang di lakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) pada tahun 2006, tentang korelasi kekerasan dengan pendidikan. Disebutkan dalam survei tersebut, bahwa ada korelasi negatif antara kekerasan dengan pendidikan manusia.
Sehingga dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa pendidikan merupakan salah satu cara untuk mengurangi kekerasan.
Akan tetapi, menurut penulis, jika pendidikan bisa mengurangi kekerasan, mengapa peperangan di zaman sekarang ini justru dipicu oleh manusia dan tokoh-tokoh negara serta tentara-tentara yang terpelajar dan mengenyam pendidikan tinggi?
:rendeer: :rendeer: :rendeer:
agus- SILVER MEMBERS
-
Number of posts : 8588
Location : Everywhere but no where
Job/hobbies : Baca-baca
Humor : Shaggy yang malang
Reputation : 45
Points : 14631
Registration date : 2010-04-16
Similar topics
» Agama Bukan Untuk Membedakan Benar Salah, Bukan Mengadili.
» Disetiap budaya tradisi agama pasti ada yang dikatakan perang ,rasis , pornoisme dari ajaran agama yahudi, kristen ,islam bahkan hindhu buddha tidak luput dari hal hal tersebut , sampai kapan otak manusia diracuni agama dengan membela membabi buta tanpa s
» brutalnya hukum cambuk islam,
» Disetiap budaya tradisi agama pasti ada yang dikatakan perang ,rasis , pornoisme dari ajaran agama yahudi, kristen ,islam bahkan hindhu buddha tidak luput dari hal hal tersebut , sampai kapan otak manusia diracuni agama dengan membela membabi buta tanpa s
» brutalnya hukum cambuk islam,
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum
Fri 02 Feb 2024, 5:21 pm by buncis hitam
» kenapa muhammad suka makan babi????
Wed 31 Jan 2024, 1:04 am by naufal
» NYATA & FAKTA : TERNYATA YESUS PILIH MENGAULI KELEDAI DARIPADA WANITA!!! (sebuah penghinaan OLEH PAULUS)
Fri 12 Jan 2024, 9:39 pm by Uwizuya
» SORGA ISLAM RUMAH PELACUR ALLOH SWT...........
Tue 02 Jan 2024, 12:48 am by Pajar
» Moon Split or Islamic Hoax?
Wed 13 Dec 2023, 3:34 pm by admin
» In Islam a Woman Must be Submissive and Serve her Husband
Wed 13 Dec 2023, 3:32 pm by admin
» Who Taught Allah Math?
Wed 13 Dec 2023, 3:31 pm by admin
» BISNIS GEREJA YUUUKZ....LUMAYAN LOH UNTUNGNYA....
Wed 05 Jul 2023, 1:57 pm by buncis hitam
» ISLAM: Palsu, Maut, Tak Akan Tobat, Amburadul
Sun 07 May 2023, 9:50 am by MANTAN KADRUN