MURTADIN_KAFIRUN
WELCOME

Join the forum, it's quick and easy

MURTADIN_KAFIRUN
WELCOME
MURTADIN_KAFIRUN
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Latest topics
» Yeremia 23 & Ulangan 13 mengisyaratkan Muhammad nabi palsu
islam menjawab soal ketidakadilan gender EmptyFri 02 Feb 2024, 5:21 pm by buncis hitam

» kenapa muhammad suka makan babi????
islam menjawab soal ketidakadilan gender EmptyWed 31 Jan 2024, 1:04 am by naufal

» NYATA & FAKTA : TERNYATA YESUS PILIH MENGAULI KELEDAI DARIPADA WANITA!!! (sebuah penghinaan OLEH PAULUS)
islam menjawab soal ketidakadilan gender EmptyFri 12 Jan 2024, 9:39 pm by Uwizuya

» SORGA ISLAM RUMAH PELACUR ALLOH SWT...........
islam menjawab soal ketidakadilan gender EmptyTue 02 Jan 2024, 12:48 am by Pajar

» Moon Split or Islamic Hoax?
islam menjawab soal ketidakadilan gender EmptyWed 13 Dec 2023, 3:34 pm by admin

» In Islam a Woman Must be Submissive and Serve her Husband
islam menjawab soal ketidakadilan gender EmptyWed 13 Dec 2023, 3:32 pm by admin

» Who Taught Allah Math?
islam menjawab soal ketidakadilan gender EmptyWed 13 Dec 2023, 3:31 pm by admin

» BISNIS GEREJA YUUUKZ....LUMAYAN LOH UNTUNGNYA....
islam menjawab soal ketidakadilan gender EmptyWed 05 Jul 2023, 1:57 pm by buncis hitam

» ISLAM: Palsu, Maut, Tak Akan Tobat, Amburadul
islam menjawab soal ketidakadilan gender EmptySun 07 May 2023, 9:50 am by MANTAN KADRUN

Gallery


islam menjawab soal ketidakadilan gender Empty
MILIS MURTADIN_KAFIRUN
MURTADIN KAFIRUNexMUSLIM INDONESIA BERJAYA12 Oktober Hari Murtad Dari Islam Sedunia

Kami tidak memfitnah, tetapi menyatakan fakta kebenaran yang selama ini selalu ditutupi oleh muslim untuk menyembunyikan kebejatan nabinya

Menyongsong Punahnya Islam

Wadah syiar Islam terlengkap & terpercaya, mari sebarkan selebaran artikel yang sesungguhnya tentang si Pelacur Alloh Swt dan Muhammad bin Abdullah yang MAHA TERKUTUK itu ke dunia nyata!!!!
 

Kebrutalan dan keberingasan muslim di seantero dunia adalah bukti bahwa Islam agama setan (AJARAN JAHAT,BUAS,BIADAB,CABUL,DUSTA).  Tuhan (KEBENARAN) tidak perlu dibela, tetapi setan (KEJAHATAN) perlu mendapat pembelaan manusia agar dustanya terus bertahan

Subscribe to MURTADIN_KAFIRUN

Powered by us.groups.yahoo.com

Who is online?
In total there are 82 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 82 Guests :: 2 Bots

None

[ View the whole list ]


Most users ever online was 354 on Wed 26 May 2010, 4:49 pm
RSS feeds


Yahoo! 
MSN 
AOL 
Netvibes 
Bloglines 


Social bookmarking

Social bookmarking reddit      

Bookmark and share the address of MURTADINKAFIRUN on your social bookmarking website

Bookmark and share the address of MURTADIN_KAFIRUN on your social bookmarking website


islam menjawab soal ketidakadilan gender

Go down

islam menjawab soal ketidakadilan gender Empty islam menjawab soal ketidakadilan gender

Post by paulusjancok Wed 24 Aug 2011, 11:25 pm

Dalam tulisan ini, akan dibahas persoalan-persoalan gender menggunakan analisis gender Islam yang bersifat kritis-normatif. Tentu saja hal ini harus diawali dengan penjelasan gender dalam konsepsi Islam, karena penulis melihat persoalan-persoalan yang muncul terjadi akibat adanya ketidakpahaman pada persoalan gender. Sehingga, tidaklah mengherankan jika kemudian terjadi bias-bias gender dalam melihat persoalan wanita.



Makna Gender

Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan gender itu ? Berdasarkan pengamatan penulis, masih terjadi ketidakjelasan atau kesalahpahaman tentang apa yang dimaksud dengan konsep gender dan kaitannya dengan usaha emansipasi kaum perempuan.

Untuk memahami konsep gender ini maka harus dibedakan kata gender dengan kata sex (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis kelamin tertentu. Laki-laki misalnya adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakala (kala menjing) dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan adalah manusia yang memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina dan alat menyusui. Alat-alat yang melekat tersebut secara biologis tidak dapat dipertukarkan antara alat-alat yang melekat pada laki-laki dengan wanita, atau sebaliknya. Alat-alat tersebut secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat[1].

Adapun pengertian gender adalah behavioral differences antara laki-laki dan perempuan yang social constructed, yakni perbedaan yang bukan kodrati atau bukan ciptaan Tuhan, melainkan diciptakan oleh baik kaum laki-laki maupun perempuan melalui proses sosial dan budaya yang panjang[2]. Dengan kata lain, gender itu adalah penempatan status, peran, pensifatan dan penampilan laki-laki dan wanita di masyarakat yang dikonstruksi oleh budaya atau mungkin agama. Sehingga bisa jadi penempatan status dan fungsi laki-laki dan wanita berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh konsep negara, paradigma sosial atau agama. Ketidakadilan gender akan terlihat nyata pada paradigma apa yang melandasi pengkonstruksian peran dan status laki-laki dan wanita dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, dalam melihat ketidakadilan gender harus melihat kembali pada paradigma asal atau pemikiran mendasar apa yang melandasinya.



Gender Islam

Sesungguhnya Islam diturunkan untuk mengatasi setiap problem kehidupan manusia dengan tidak membedakan antara laki-laki dan wanita. Hal ini sangatlah wajar karena Islam tidak hanya diturunkan untuk wanita atau laki-laki, namun diturunkan untuk manusia, baik laki-laki maupun wanita (Lihat QS. Al-Hujuraat : 13, An-Najm : 45 serta Al-Qiyaamah : 39). Allah telah mempersiapkan laki-laki dan wanita untuk terjun ke arena kehidupan sebagai manusia dan menjadikan keduanya hidup berdampingan secara pasti dan saling bekerja-sama dalam suatu masyarakat (QS. An-Nisaa’ : 9, 32 dan 34, serta 155).

Dengan demikian, penempatan peran dan status wanita (sebagai manusia) dengan laki-laki adalah sama. Pada bidang pendidikan misalnya, mereka dituntut sama-sama wajib belajar dan mengajar. Pada bidang ekonomi, mereka sama-sama bisa beraktivitas. Bahkan pada bidang militer pun mereka sama-sama diperkenankan untuk berperan aktif. Demikian pula pada bidang politik.

Adapun peran dan status wanita yang masih terkait dengan ketentuan kodrat (permanen), seperti wanita mesti hamil, haid, melahirkan dan menyusui, maka Islam menurunkan hukum-hukum yang berkaitan dengan hal itu; misalnya hukum mendidik anak atau merawat anak. Namun bukan berarti wanita (istri) dalam kondisi-kondisi tidak normal tetap harus mendidik atau merawat anak, karena hal tersebut hanya merupakan afdloliyat (keutamaan) saja; sebagaimana suami -- dalam kondisi normal – afdloliyat-nya adalah berkewajiban memberikan nafkah kepada istri. Selanjutnya keutamaan-keutamaan itu dipertegas oleh fiqh Islam dengan ke-wajib-an.

Dari pembahasan di atas, gender Islam membagi gender menjadi dua bagian, yaitu gender umum dan gender khusus. Gender umum yaitu pembagian peran dan status pada laki-laki dan wanita berdasarkan sifat kemanusiaan. Sedangkan gender khusus adalah penempatan status wanita karena masih berkaitan sangat erat dengan kodrat kewanitaan, seperti wanitalah yang menyusui anak, merawat dan mendidiknya. Namun, pada gender khusus ini penempatan peran dan status wanita tidak hanya berkaitan dengan kodrat wanita, tetapi bisa jadi terkonvergensi dengan kondisi sosial, sehingga seorang wanita tidak mau melahirkan anak karena alasan untuk menjaga tubuh mereka supaya tetap semlohai, atau tidak mau menyusui anaknya dengan ASI-nya karena alasan supaya tetap kelihatan montok. Bahkan mungkin saja wanita (istri) tidak mau melakukan pendidikan anak-anak di rumah karena alasan karier. Dengan demikian, wanita tersebut tidaklah bisa divonis bahwa ia telah melanggar kodratnya sebagai wanita, melainkan ia telah melakukan ketidakadilan gender pada dirinya. Hal ini mengingat dalam kondisi normal mereka seharusnya melakukan hal-hal demikian itu, supaya persoalan-persoalan keluarga bisa terpecahkan dengan baik.



Islam dan Ketidakadilan Gender

Ketidakadilan gender bisa terjadi karena tidak berorientasi pada pemecahan masalah. Oleh karena itu, ketidakadilan gender bisa saja terjadi pada fiqh-fiqh Islam atau gender ortodoks Islam maupun pada paham-paham gerakan feminisme barat atau gender modern barat.

A. Gender Ortodoks Islam

Gender ortodoks Islam ini menempatkan secara permanen peran wanita pada tempat-tempat tertentu, misalnya : tidak perlu sekolah, tidak boleh keluar rumah, mendidik anak, tidak boleh berorganisasi, atau tidak boleh menjadi pemimpin pada suatu ormas atau perusahaan.

Gender ortodoks Islam bersumber dari penafsiran-penafsiran yang keliru terhadap ajaran-ajaran Islam (nash-nash), seperti : wanita tidak boleh menjadi pemimpin bagi laki-laki (hal ini berdasarkan pada QS. An-Nisaa’ : 34). Hampir seluruh penafsiran – yang semuanya laki-laki -- terhadap ayat tersebut agaknya mempermanenkan bahwa laki-lakilah yang harus menjadi “pemimpin”, mulai dari penafsir klasik seperti Ibnu Katsir sampai tafsir DR. Al-Hijazy. Semuanya menganggap bahwa karena kelebihan laki-laki dipandang dari segi fisiknyalah yang menjadikan ia patut menjadi seorang pemimpin[3]. Padahal kalau dilihat, _al-qayyimu ‘alaa_ (bentuk jamak dari _qawwaamuuna_) bermakna _al-mas-ûulu ‘alaa al-amri_ ; bertanggungjawab atas suatu urusan.

Jadi, dari pembahasan terminologi tersebut bisa ditarik makna etimologinya bahwa yang dimaksud dengan lafadh _qawwamuuna ‘alaa an-nisaa’_ adalah pertanggungan jawab seorang suami pada istrinya di bidang ekonomi, pendidikan dan keamanan keluarga. Pertanggungan jawab tersebut tidak bersifat kodrati, karena ayat itu hanya bersifat ikhbar / informatif dan bukan ayat wujub / pewajiban. Sehingga, penulis melihat bahwa kalau pertanggungjawaban suami pada istri itu bukanlah kodrati, maka hal itu tidak terlalu salah karena Allah hanya menginformasikan kondisi saat itu yang menuntut suami bertanggungjawab pada istrinya. Namun, dalam kondisi tertentu bisa jadi istrilah yang bertanggungjawab pada suaminya, misalnya dalam kondisi suami lumpuh (stroke) sehingga tidak bisa mencari nafkah atau bagi seorang janda maka ia bertanggungjawab akan kehidupan keluarga dan anak-anaknya.

Dari uraian di atas maka tidaklah benar kalau memahami status wanita sebagai pemimpin adalah sesuatu yang terlarang. Memang mereka memperkuatnya dengan hadits (dari Abi Bakrah) bahwa Rasululah pernah bersabda : “Pastilah gagal suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada seorang perempuan”[4]. Penulis sendiri telah mengamati hadits tersebut dan memang hadits tersebut sanad-nya shahih. Namun demikian, benarkah interpretasi tersebut ?

Sejarah menyebutkan bahwa ketika negeri Persia sedang berada di ambang kehancuran menghadapi hantaman bertubi-tubi dari pasukan Islam, pada waktu itu negeri tersebut diperintah oleh suatu sistem monarki yang bobrok dan totaliter. Dalam pada itu, ketika pasukan Persia telah dipaksa mundur dan luas wilayahnya makin sempit, sebenarnya masih ada kemungkinan untuk menyerahkan kepemimpinan negara kepada seorang jenderal yang piawai yang mungkin dapat menghentikan kekalahan demi kekalahan mereka. Namun, paganisme politik telah menjadikan rakyat dan negara sebagai harta warisan yang diterimakan kepada seorang perempuan muda yang tidak tahu apa-apa. Hal inilah yang menandakan bahwa negeri Persia sedang menuju kehancuran total.

Dalam mengomentari keadaan itulah, Nabi SAW, yang bijak, mengucapkan hadits tersebut, yang benar-benar melukiskan keadaan sesungguhnya pada waktu itu[5].

Dari uraian di atas bisa dikatakan bahwa hadits itu memang shahih, namun interpretasinya yang harus diluruskan. Meskipun demikian, penulis tidak melihatnya dari sisi periwayatannya yaitu Abi Bakrah di mana Fatimah Mernissi menganggap hadits ini cacat hukum karena hadits misogonis ini diriwayatkan oleh Abi Bakrah yang pernah dicambuk oleh ‘Umar r.a. berkaitan dengan tuduhan palsu[6]. Penulis beranggapan kasus Abi Bakrah ini harus diteliti lebih detail dan jelas, karena ketika Bukhori meriwayatkan suatu hadits tentunya beliau telah mensyaratkan periwayatan yang ketat. Oleh karena itu tidak mungkin Al-Bakrah berbuat bohong kecuali ada kesalahpahaman[7].

Demikianlah salah satu kasus munculnya ketidakadilan gender oleh gender ortodoks Islam. Sebenarnya masih banyak kasus-kasus ketidakadilan gender yang bersumber dari kesalahan penafsiran akan nash suci, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh proses budaya atau agama. Sehingga hal ini mempermanenkan status wanita pada suatu tempat saja; antara lain : ketaatan pada suami yang mutlak, kesaksian wanita dan lain sebagainya.

B. Gender Modern Barat

Adalah gender yang mempermanenkan pada kebebasan dan persamaan antara laki-laki dan wanita, menempatkan laki-laki sebagai pesaing (kompetitor) hidupnya yang perlu dikalahkan, bahkan dianggapnya sebagai musuh, karena laki-laki dilihat sebagai jenis kelamin yang selalu mendiskreditkan wanita.

Mereka kemudian membuat gerakan untuk selalu membebaskan diri dari belenggu penindasan-penindasan dan diskriminasi yang dilakukan oleh laki-laki, baik secara sistem maupun kultur. Gerakan inilah yang disebut sebagai gerakan feminisme. DR. Mansour Faqih membagi gerakan mereka menjadi 4 (empat) gerakan.

1. Gerakan Feminisme Liberal

Feminisme ini muncul pada awal abad 20. Aliran ini muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi dan kesamaan serta kebebasan individu. Namun, di saat yang sama mereka mendiskriminasikan kaum perempuan. Asumsi dasar gerakan mereka adalah bahwa kebebasan dan equalitas berakar pada rasionalitas. Oleh karena itu, dasar perjuangan mereka adalah menuntut kesempatan dan hak yang sama bagi setiap “individu” termasuk perempuan, karena perempuan adalah mahluk rasional juga.

2. Feminisme Radikal

Bagi mereka, dasar penindasan perempuan sejak awal adalah dominasi laki-laki, di mana penguasaan fisik perempuan oleh laki-laki dianggap sebagai bentuk dasar penindasan. Hal ini berawal dari reaksi kultur sexisme atau diskriminasi sosial berdasarkan jenis kelamin di Barat pada tahun 60-an, khususnya dalam melawan kekerasan seksual dan pornografi. Mereka memandang semua itu berawal dari jenis kelamin laki-laki itu sendiri dan ideologi patriarki-nya. Dari akibat itulah muncul gerakan feminisme yang radikal.

3. Feminisme Marxis

Mereka menolak gagasan kaum radikal bahwa faktor “biologis” sebagai dasar pembedaan. Bagi mereka penindasan perempuan adalah bagian dari eksploitasi kelas dalam relasi produksi. Isu perempuan selalu diletakkan dalam kerangka kritik terhadap kapitalisme.

Dalam era kapitalisme modern, penindasan perempuan diperlukan karena menguntungkan kapitalisme dan dilanggengkan dengan berbagai cara (supaya tetap untung), antara lain :

1. Melalui apa yang disebut dengan eksploitasi pulang ke rumah. Dalam analisa ini perempuan diletakkan sebagai buruh yang dieksploitasi laki-laki di rumah tangga. Eksploitasi di rumah akan membuat buruh laki-laki di pabrik bekerja lebih produktif sehingga dari sini kapitalisme diuntungkan dengan mem-buruh-kan istri di rumah tangga.

2. Perempuan juga berperan dalam reproduksi buruh murah, sehingga memungkinkan harga tenaga kerja juga murah, yang ujung-ujungnya adalah menguntungkan kapitalisme.

3. Masuknya perempuan sebagai buruh -- dengan upah yang murah – menciptakan buruh “cadangan” . Melimpahnya buruh cadangan ini memperkuat bargaining position kaum kapitalis dengan buruh sehingga mengancam solidaritas kaum buruh. Kesemuanya itu mempercepat akumulasi kapital bagi kapitalis.

Oleh karena penganut feminisme marxisme beranggapan bahwa penyebab penindasan perempuan bersifat struktural (akumulasi kapital dan divisi kerja internasional), maka revolusi atau memutuskan hubungan dengan sistem kapitalisme internasional adalah solusinya.

Setelah revolusi, jaminan persamaan saja tidaklah cukup, karena perempuan tetap dirugikan oleh tanggung jawab domestik mereka. Oleh karena itu, urusan mengelola rumah tangga ditransformasikan menjadi industri sosial dan urusan menjaga dan mendidik anak menjadi urusan publik. Jika tidak, maka perempuan tidak akan mencapai keadaan equalitas yang sejati. Dengan demikian, emansipasi perempuan terjadi hanya jika perempuan terlibat dalam produksi dan berhenti mengurus urusan rumah tangga.

4. Feminisme Sosialis

Aliran ini dikenal sejak tahun 1970-an. Mereka melakukan sintesa antara pemikiran Marx dan feminisme radikal. Bagi feminisme sosialis, penindasan wanita terjadi di kelas manapun. Oleh karena itu, analisis patriarki perlu dikawinkan dengan analisis kelas. Dengan demikian, kritik terhadap eksploitasi kelas dari sistem kapitalisme harus dilakukan pada saat yang sama dengan disertai kritik ketidakadilan gender yang mengakibatkan dominasi, sub-ordinasi dan marginalisasi atas kaum perempuan. Ketidakadilan juga bukan karena kegiatan produksi dan reproduksi di masyarakat, karena manifestasi ketidakadilan gender merupakan konstruksi sosial. Karena itu, yang mereka perangi adalah konstruksi visi dan ideologi masyarakat serta struktur dan sistem yang tidak adil yang dibangun atas bias gender.



Gender Islam Menjawab Ketidakadilan Gender

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa ketidakadilan gender yang dilakukan oleh gender ortodoks Islam dan gender barat adalah karena sebagai berikut :

1. Ketidakadilan gender yang dilakukan kalangan ortodoks Islam – sebagaimana dijelaskan di atas – merupakan kekeliruan dalam interpretasi terhadap nash-nash suci.

2. Adapun ketidakadilan gender yang dilakukan oleh gerakan feminisme liberal di mana mereka mempermanenkan kesamaan, kebebasan dan menempatkan laki-laki sebagai pesaing yang perlu dikalahkan, nantinya cukup menimbulkan kemudlaratan. Hal ini mengingat dalam realitas sosial, baik secara substansi dan fungsi, ada yang sama dan ada yang berbeda. Menyamakan yang berbeda baik secara substansi maupun fungsional akan menimbulkan kerusakan. Laki-laki dan wanita merupakan mitra kerja, satu dengan yang lain saling mendukung. Dengan itu akan dapat mempercepat kesuksesan kerja pembangunan masyarakat. Jika laki-laki di mata wanita ditempatkan sebagai pesaing yang perlu dikalahkan, akibatnya bukan saling membantu, melainkan saling menghambat dan menjatuhkan. Jika itu yang terjadi dalam rumah tangga, dipastikan akan menyebabkan keretakan. Oleh karena itu, tempatkan persamaan itu pada sesuatu yang sama dan bedakan hal-hal yang seharusnya beda, sehingga laki-laki dan wanita bisa menjadi mitra kerja dalam pembangunan ummat.

Demikian pula Islam menjawab feminisme radikal. Menurut Islam, perbedaan biologis dan hubungan seksual merupakan rahmat. Mereka akan mendapatkan rasa kasih sayang, baik dalam komunitas maupun hubungan biologis. Kemudian dengan itu melahirkan keturunan untuk meneruskan generasi yang bisa menjadi penghibur orang tua ketika masih balita dan menjadi harapan mereka pada usia remaja / dewasa.

Jika perbedaan biologis dan hubungan sosial dipandang sebagai penyebab penindasan dan mereka berupaya melepaskan dari perbedaan biologis, niscaya mereka akan sulit melakukannya. Jika sampai dipaksakan, maka akan kehilangan rahmat hubungan seksual yang bersifat fitri dan kehilangan generasi sebagai penentu peradaban manusia selanjutnya.

Feminisme Marxisme yang menganggap bahwa kapitalisme dan kerja domestik sebagai sumber penindasan wanita mengatakan dan menyarankan agar wanita melepaskan diri dari kapitalisme internasional dan meninggalkan kerja domestik serta memasuki kerja di pabrik. Sedangkan urusan pendidikan anak diserahkan kepada publik.

Sistem kapitalisme sebagai sumber penindasan terhadap kaum wanita mungkin bisa dibenarkan, akan tetapi ketika wanita harus meninggalkan kerja domestik, hal itu tidak bisa dibenarkan. Hal ini mengingat kerja domestik wanita sangat terkait dengan kodrat wanita, yang mana dia bisa hamil dan menyusui, sehingga mengharuskan padanya untuk memelihara anak (mendidik). Sedangkan kaitannya dengan suami dalam rumah tangga adalah bukan sebagai pembantunya, karena di dalam Islam, suami melindungi istri (dan itu hak istri). Sehingga kalau hal itu dilaksanakan maka akan terjadi kerja sama yang baik pada keluarga dan terjadi kerja sama yang baik pula dalam membangun rumah tangga. Hal itu bisa dilihat dari kewajiban perlindungan suami yang meliputi pertanggungan jawab suami pada istri di bidang pendidikan, ekonomi dan keamanan.

Melepaskan wanita dari pekerjaan domestik dan menyerahkan pendidikan anak kepada publik akan menimbulkan banyak problem, baik problem moral karena tidak jelasnya publik maupun keagamaan karena heterogenitasnya masyarakat umum. Jika mereka memandang bahwa mengurus anak merupakan pekerjaan domestik yang merugikan kaum wanita, apakah pekerjaan publik dalam mengurus anak bukan dari wanita ? Jika demikian, mereka belum konsisten.

Penulis pikir, alangkah indahnya perkataan orang bijak ini:

Ibu adalah sebuah sekolah yang apabila engkau persiapkan dia, berarti engkau telah mempersiapkan suatu bangsa dengan dasar yang baik[8].



Penutup

Demikian penjelasan gender ini ditulis untuk mengantisipasi kondisi dari ketidakadilan gender yang dibuat, baik oleh kelompok gender ortodoks Islam maupun gender modern di dunia barat.

Tentunya pertanyaan, “Apakah wanita dikodratkan untuk selalu menangani pekerjaan rumah dan melayani suami ?” telah terjawab. Bahwa pekerjaan domestik wanita bukanlah merupakan kodrati, tetapi hal itu merupakan manifestasi dari kodrat kewanitaan. Senyampang pekerjaan domestik banyak menimbulkan kebaikan untuk dirinya, suami dan keluarganya (dalam kondisi normal), maka alangkah bodohnya dan sangat tidak adil bagi seorang wanita meninggalkan pekerjaan domestiknya.



Wallaahu a’lamu bish shiwaab.

* Kumpulan nasyroh dakwah dan makalah karya Ustadz Drs. Junaidi Sahal (Materi Halaqah Sughra UAKI Unibraw)

-- oo 0 oo --



Daftar Pustaka

1. DR. Mansour Faqih, Membincang Feminisme, Diskursus Gender Perspekstif Islam

2. Masdar F. Masduki, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan

3. Fatimah Mernissi, Menengok Kontroversi Peran Wanita Dalam Politik

4. DR. Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial

5. Fatimah Mernissi, Ratu-ratu Islam Yang Terlupakan

6. DR. Abdullah Nasih ‘Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam

7. ‘Afif Abdul Fattah Thabbarah, Ruh Ad-Din Al-Islam

8. DR. Muhammad Al-Ghozali, As-Sunnah An-Nabawiyyah Baina Ahl Al-Fiqh wa Ahl Al-Hadits

9. Ali Ash-Shabuniy, Tafsir Al-Ahkam, Rawa’iul Bayan

10. Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir

11. Rasyid Ridla, Tafsir Al-Manar

12. DR. Al-Hijazy, Tafsir Al-Wadhih

13. Taqiyyudin An-Nabhaniy, An-Nidham Al-Ijtima’iy

14. DR. Sayid Muhammad Al-Malikiy, An-Nidham Al-Usrah

15. Buletin Ulul Albab

paulusjancok
paulusjancok
BLUE MEMBERS
BLUE MEMBERS

Male
Number of posts : 809
Age : 36
Humor : Yesus nggak pake sempak...hanya orang GOBLOK yang menyembahnya
Reputation : 1
Points : 6466
Registration date : 2011-08-12

Back to top Go down

Back to top


 
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum