MURTADIN_KAFIRUN
WELCOME

Join the forum, it's quick and easy

MURTADIN_KAFIRUN
WELCOME
MURTADIN_KAFIRUN
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Latest topics
» Yeremia 23 & Ulangan 13 mengisyaratkan Muhammad nabi palsu
apakah islam mengharamkan penghormatan bendera? EmptyFri 02 Feb 2024, 5:21 pm by buncis hitam

» kenapa muhammad suka makan babi????
apakah islam mengharamkan penghormatan bendera? EmptyWed 31 Jan 2024, 1:04 am by naufal

» NYATA & FAKTA : TERNYATA YESUS PILIH MENGAULI KELEDAI DARIPADA WANITA!!! (sebuah penghinaan OLEH PAULUS)
apakah islam mengharamkan penghormatan bendera? EmptyFri 12 Jan 2024, 9:39 pm by Uwizuya

» SORGA ISLAM RUMAH PELACUR ALLOH SWT...........
apakah islam mengharamkan penghormatan bendera? EmptyTue 02 Jan 2024, 12:48 am by Pajar

» Moon Split or Islamic Hoax?
apakah islam mengharamkan penghormatan bendera? EmptyWed 13 Dec 2023, 3:34 pm by admin

» In Islam a Woman Must be Submissive and Serve her Husband
apakah islam mengharamkan penghormatan bendera? EmptyWed 13 Dec 2023, 3:32 pm by admin

» Who Taught Allah Math?
apakah islam mengharamkan penghormatan bendera? EmptyWed 13 Dec 2023, 3:31 pm by admin

» BISNIS GEREJA YUUUKZ....LUMAYAN LOH UNTUNGNYA....
apakah islam mengharamkan penghormatan bendera? EmptyWed 05 Jul 2023, 1:57 pm by buncis hitam

» ISLAM: Palsu, Maut, Tak Akan Tobat, Amburadul
apakah islam mengharamkan penghormatan bendera? EmptySun 07 May 2023, 9:50 am by MANTAN KADRUN

Gallery


apakah islam mengharamkan penghormatan bendera? Empty
MILIS MURTADIN_KAFIRUN
MURTADIN KAFIRUNexMUSLIM INDONESIA BERJAYA12 Oktober Hari Murtad Dari Islam Sedunia

Kami tidak memfitnah, tetapi menyatakan fakta kebenaran yang selama ini selalu ditutupi oleh muslim untuk menyembunyikan kebejatan nabinya

Menyongsong Punahnya Islam

Wadah syiar Islam terlengkap & terpercaya, mari sebarkan selebaran artikel yang sesungguhnya tentang si Pelacur Alloh Swt dan Muhammad bin Abdullah yang MAHA TERKUTUK itu ke dunia nyata!!!!
 

Kebrutalan dan keberingasan muslim di seantero dunia adalah bukti bahwa Islam agama setan (AJARAN JAHAT,BUAS,BIADAB,CABUL,DUSTA).  Tuhan (KEBENARAN) tidak perlu dibela, tetapi setan (KEJAHATAN) perlu mendapat pembelaan manusia agar dustanya terus bertahan

Subscribe to MURTADIN_KAFIRUN

Powered by us.groups.yahoo.com

Who is online?
In total there are 48 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 48 Guests :: 1 Bot

None

[ View the whole list ]


Most users ever online was 354 on Wed 26 May 2010, 4:49 pm
RSS feeds


Yahoo! 
MSN 
AOL 
Netvibes 
Bloglines 


Social bookmarking

Social bookmarking reddit      

Bookmark and share the address of MURTADINKAFIRUN on your social bookmarking website

Bookmark and share the address of MURTADIN_KAFIRUN on your social bookmarking website


apakah islam mengharamkan penghormatan bendera?

4 posters

Go down

apakah islam mengharamkan penghormatan bendera? Empty apakah islam mengharamkan penghormatan bendera?

Post by sai_baba Thu 25 Aug 2011, 4:48 pm

Ketua MUI Haramkan Penghormatan terhadap Bendera

Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat, KH A. Cholil Ridwan mengharamkan umat Islam untuk memberi hormat kapada bendera dan lagu kebangsaan.

Pernyataan Cholil ini dimuat dalam Tabloid Suara Islam edisi 109 (tanggal 18 Maret-1 April 2011). Ia menjawab pertanyaan pembaca dalam Rubrik Konsultasi Ulama. Si pembaca mengangkat kasus seorang temannya yang dikeluarkan dari sekolah gara-gara tak mau hormat bendera saat upacara.

Cholil menyatakan bahwa dalam Islam, menghormati bendera memang tak diizinkan. Cholil merujuk pada fatwa Saudi Arabia yang bernaung dalam Lembaga Tetap Pengkajian dan Riset Fatwa pada Desember 2003 yang mengharamkan bagi seorang Muslim berdiri untuk memberi hormat kepada bendera dan lagu kebangsaan.

Ada sejumlah argumen yang dikemukakan.

Pertama, memberi hormat kepada bendera termasuk perbuatan bid’ah yang tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah ataupun pada Khulafa’ ar-Rasyidun (masa kepemimpinan empat sahabat Nabi).

Kedua, menghormati bendera bertentangan dengan tauhid yang wajib sempurna dan keikhlasan di dalam mengagungkan Allah semata.

Ketiga, menghormati bendera merupakan sarana menuju kesyirikan.

Keempat, menghormati bendera merupakan kegiatan yang mengikuti tradisi yang jelek dari orang kafir, serta menyamai mereka dalam sikap berlebihan terhadap para pemimpin dan protokoler-protokoler resmi.

Cholil juga mengutip Syaikh Ibnu Jibrin (salah seorang ulama terkemuka Saudi) yang menyatakan bahwa penghormatan bendera adalah tindakan yang menganggungkan benda mati. Bahkan tindakan itu bisa dikategorikan sebagai kemusyrikan.

Sedangkan Syaikh al Fauzan (juga ulama Saudi) menyatakan bahwa tindakan menghormati bendera adalah ‘perbuatan maksiat’.

Menurut Cholil, cara menghormati yang benar dalam Islam adalah memberi salam. Namun, tulisnya lagi, makna memberi salam adalah mendoakan, sehingga itu tak pantas dilakukan pada bendera yang merupakan benda mati.

Di akhir tulisan, Cholil menyatakan bahwa bila kita hendak menghormati negara, maka cara terbaiknya adalah dengan mendengar dan taat pada aturan negara yang tidak bernilai maksiat dan sesuai syariat Islam serta mendoakan aparatur negara agar selalu mendapat bimbingan Allah.

Pernyataan Cholil ini kembali menunjukkan satu persoalan besar Islam di Indonesia. Cholil adalah seorang tokoh terpandang yang pendapat-pendapatnya diyakini banyak pihak. Posisinya sebagai Ketua MUI tentu juga memungkinkan ia mempengaruhi perilaku umat Islam.

Masalahnya, ia begitu saja merujuk pada para ulama Saudi yang dalam khazanah intelektual Islam justru dianggap terbelakang. Gaya pemahaman keislaman di negara itu selama ini dikenal sangat kaku, literal, mengabaikan perjalanan panjang tradisi pengkajian keagamaan dunia Islam, serta anti-dialog dan diskusi. Sampai sekarang, misalnya, kaum perempuan di negara itu masih diharamkan untuk mengendarai mobil akibat adanya fatwa ulama.

Argumen-argumen yang dikeluarkan sangat bisa diperdebatkan. Misalnya, bahwa dengan menghormati bendera, seorang muslim dianggap akan terkikis keimanannya nampak absurd di kalangan yang mau menggunakan akal. Cholil sendiri begitu saja menerima fatwa tersebut, tanpa ada hasrat untuk membicarakannya atau mengkajinya secara kritis.

Bila begini kualitas pernyataan Ketua MUI, tentu bisa dibayangkan kualitas umat seperti apa yang akan berkembang.***

Sumber Foto: mtafm.com, fachrurro21.wordpress.com

Sumber: Dikutip tanpa editing dari sini

————————————————-

Sebagai bentuk perimbangan atas artikel di atas, saya coba tautkan info lainnya yang diyakini sebagai sumber asli. Bukan bermaksud apa-apa, agar kita semua tahu konteks berita/artikel di atas. Tabik!

Menghormati Bendera, Bolehkah?

KH. A Cholil Ridwan, Lc
Ketua MUI Pusat, Pengasuh PP Husnayain Jakarta

Assalamu’alaikum. Semasa sekolah di Solo ada teman dikeluarkan dari sekolah karena tak mau hormat bendera saat upacara. Bagaimana hukum hormat bendera? Wassalam.

Jawaban:
Mengenai hukum menghormati bendera, sejumlah ulama Saudi Arabia yang bernaung dalam Lembaga Tetap Pengkajian Ilmiah dan Riset Fatwa (Lajnah ad Daimah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Ifta) telah mengeluarkan fatwa dengan judul ‘Hukum Menyanyikan Lagu Kebangsaan dan Hormat Bendera’, tertanggal 26 Desember 2003. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang muslim berdiri untuk memberi hormat kepada bendera dan lagu kebangsaan dengan alasan:

Pertama, Lajnah Daimah menilai bahwa memberi hormat kepada bendera termasuk perbuatan bid’ah yang harus diingkari. Aktivitas tersebut juga tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah saw ataupun pada masa Khulafa’ ar-Rasyidun. Kedua, menghormati bendera negara juga bertentangan dengan tauhid yang wajib sempurna dan keikhlasan didalam mengagungkan hanya kepada Allah semata.

Ketiga, menghormati bendera merupakan sarana menuju kesyirikan. Keempat, penghormatan terhadap bendera juga merupakan bentuk penyerupaan terhadap orang-orang kafir, mentaklid (mengikuti) tradisi mereka yang jelek serta menyamai mereka dalam sikap berlebihan terhadap para pemimpin dan protokoler-protokoler resmi. Padahal, Rasulullah Saw melarang kita berlaku sama seperti mereka atau menyerupai mereka.

Sementara itu, dalam buku Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, dijelaskan bahwa jika yang dimaksud dari hormat bendera adalah sebuah bendera yang sedang berkibar maka penghormatan semacam ini adalah perbuatan yang tidak diperbolehkan karena bendera adalah benda mati dan dalam penghormatan terdapat unsur mengagungkan. Sedangkan pengagungan tidaklah diperbolehkan untuk makhluk hidup. Lalu bagaimana lagi dengan benda mati yang tidak bisa memberi manfaat, tidak pula bisa mendengar?.

Jika cara penghormatan tersebut adalah ekspresi dari pengagungan terhadap benda mati maka hal itu termasuk kemusyrikan. Jika yang dimaksud dengan hormat bendera adalah menghormati orang yang membawa bendera atau semisalnya maka cara penghormatan yang benar adalah dengan ucapan salam bukan dengan yang lainnya.

Syaikh Shalih al Fauzan ketika menjawab pertanyaan seorang Kepala Sekolah apakah dia harus mengikuti instruksi untuk mengadakan upacara dan menghormati bendera, beliau menjawab: “Tidaklah diragukan bahwa ini adalah perbuatan maksiat sedangkan Nabi mengatakan, ‘Tidak ada ketaatan kepada makhluk jika untuk durhaka kepada sang pencipta’ (HR Ahmad). Jika anda memungkinkan untuk menghindari acara tersebut dan tidak ikut menghadirinya maka lakukanlah”.

Menurut Islam, penghormatan itu disyariatkan kepada sesama muslim dengan cara menyampaikan salam. Allah Swt berfirman, “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. an Nisa [04]: 86).

Rasulullah Saw bersabda, “Maukah kutunjukkan kepada kalian suatu amalan yang jika kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai. Amalan tersebut adalah sebarkanlah ucapan salam di antara kalian”.

Ucapan salam hanya diberikan kepada sesama kaum muslimin. Ucapan salam tidaklah diberikan kepada benda mati, lembaran kain atau semisalnya karena makna ucapan salam adalah doa agar terhindar dari mara bahaya atau salam merupakan salah satu nama Allah. Dengan ucapan salam tersebut seorang muslim mendoakan saudaranya agar mendapatkan kebaikan dan keberkahan.

Sedangkan yang dimaksud dengan hormat bendera pada saat ini adalah berdiri dalam rangka memuliakan dan mengagungkan bendera. Inilah yang difatwakan oleh Lajnah Daimah sebagai perbuatan yang haram karena ‘berdiri’ di sini dilakukan dalam rangka pengagungan.

Jika ada yang mengatakan bahwa dengan menghormati bendera berarti kita menghormati simbol negara, maka jawabannya adalah kita menghormati negara dengan cara yang diajarkan oleh Allah. Yakni dengan mendengar dan taat pada aturan negara yang tidak bernilai maksiat dan sesuai syariat Islam serta mendoakan para aparatur negara agar selalu mendapatkan bimbingan dari Allah. Wallahua’lam bisshawab.

Sumber: dikutip tanpa proses editing dari Suara Islam Online

http://www.suara-islam.com/news/konsult ... a-bolehkah
http://arieflmj.wordpress.com/2011/03/2 ... p-bendera/
sumber asli
http://madina-online.net/index.php/waca ... ap-bendera
tapi sudah di blokir sekitar 40 mnt lalu.

perasaan semuanya di haramin dech, fatwa haram fb, rebonding, photo prewedding dll
apakah pendapat ketua MUI diatas memang sesuai ISLAM?


sai_baba
SILVER MEMBERS
SILVER MEMBERS

Number of posts : 1584
Reputation : -6
Points : 7132
Registration date : 2010-05-24

Back to top Go down

apakah islam mengharamkan penghormatan bendera? Empty Re: apakah islam mengharamkan penghormatan bendera?

Post by musicman Thu 25 Aug 2011, 5:01 pm

musicman
musicman
SILVER MEMBERS
SILVER MEMBERS

Number of posts : 2736
Reputation : 7
Points : 7777
Registration date : 2011-01-04

Back to top Go down

apakah islam mengharamkan penghormatan bendera? Empty Re: apakah islam mengharamkan penghormatan bendera?

Post by paulusjancok Thu 25 Aug 2011, 5:12 pm

merah putih bendera jahiliyah

Seluruh bangsa kuno telah mengenal bendera-bendera dan panji-panji, misalnya Romawi, Persia dan bangsa-bangsa lainnya. Termasuk di dalamnya bangsa Arab pada masa Jahiliyyah dan pada masa Islam. Pada bab ini saya akan memfokuskan pembahasan pada panji-panji dan bendera-bendera yang ada pada masa jahiliyyah. Adapun, panji-panji dan bendera-bendera yang terdapat pada masa Islam1 akan dipaparkan pada pembahasan berikutnya.
Masyarakat jahiliyyah terbagi menjadi dua kelompok;
Pertama, penduduk pusat kota dan penduduk perkotaan. Kota yang paling masyhur adalah kota Makkah, Yaman, Syam, Irak dan ‘Amman. Kota Makkah dihuni oleh suku Quraisy. Yaman dihuni oleh kabilah Qahthan. Syam dihuni oleh kabilah Ghassaan. Sedangkan kota ‘Amman dan kota-kota tetangganya dihuni oleh suku al-Azdad. Pengkajian saya akan dititikberatkan pada panji-panji dan bendera-bendera yang dimiliki oleh penduduk perkotaan dan pusat kota, terutama panji dan bendera yang dimiliki oleh suku Quraisy. Ini disebabkan karena sedikitnya sumber-sumber rujukan yang menjelaskan panji dan bendera suku-suku lain, kecuali suku Ghassaan.
Kedua, penduduk desa. Mereka adalah orang Arab asli dan murni (Arabnya Arab), orang Badwi, dan kabilah-kabilah Arab yang sangat banyak jumlahnya, Mereka mendiami Jazirah Arab dari Timur hingga Barat, dari Utara sampai Selatan. Mereka tersebar ke Utara sampai perbatasan Turki sekarang, sebagaimana yang telah disepakati antara kabilah Bakar (bin Wail) dan Taghlib (bin Wail) setelah peperangan al-Basulus.
Panji-panji dan bendera-bendera yang mereka miliki bisa diketahui dengan sangat jelas dari sya’ir-sya’ir mereka. Ini akan saya jelaskan pada bab yang berjudul, ‘Liwa’, bendera-bendera dan panji-panji dalam syair-syair Jahiliyyah’.

1. Bendera Penduduk Pusat Kota pada Masa Jahiliyyah
Penduduk pusat kota yang paling terkenal di masa Jahiliyyah adalah penduduk Makkah al-Mukarramah yang telah dimuliakan oleh Allah Swt. Saat itu Makkah berada dalam kekuasaan beberapa kabilah. Kabilah yang paling terkenal sebagai penguasa kota Makkah adalah kabilah Khuza’ah. Selanjutnya kekuasaan tersebut direbut oleh suku Quraisy yang saat itu dipimpin oleh Qushay bin Kilab.
Ibnu Ishaq berkata, ‘Setelah itu Qushay bin Kilab menguasai Baitullah dan menjadi pemimpin Makkah. Selanjutnya ia mengumpulkan kaumnya ke Makkah. Ia menjadi pemimpin atas kaumnya dan penduduk Makkah. Ia telah menetapkan peraturan-peraturan tertentu bagi orang Arab yang harus mereka taati. Sebab, ia melihat bahwa hal ini merupakan tuntunan agama yang tidak boleh dirubah….Demikianlah, Qushay bin Kilab merupakan pemimpin pertama dari Bani Ka’ab bin Lu’ay yang sangat ditaati oleh kaumnya. Ia memiliki wewenang sebagai pemegang kunci Ka’bah (al-hijabah), dan memberi minum orang-orang yang sedang berhaji (saqabah). Ia juga orang yang memiliki kewenangan untuk memberi jamuan bagi orang yang haji, dan pemimpin Darun Nadwah. Ia juga memiliki kewenangan memegang panji peperangan. Dia adalah pengontrol stabilitas kota Makkah seluruhnya’.2
Berkaitan dengan panji peperangan, Ibnu Ishaq juga menuturkan, ‘Dia juga membangun tempat berkumpul bagi suku Quraisy, dimana mereka selalu bermusyawarah untuk menyelesaikan perkara-perkara mereka di dalamnya. Semuanya harus berdasarkan perintahnya. Seorang wanita dan laki-laki Quraisy tidak boleh menikah, kecuali di rumahnya. Tidak ada musyawarah untuk menyelesaikan perkara-perkara penting diantara mereka kecuali harus dimusyawarahkan di dalam rumahnya. Tak seorangpun berhak memegang panji peperangan untuk melawan kaum yang lain, kecuali harus diputuskan di rumahnya (Darun Nadwah). Rumahnya juga dijadikan tempat untuk menikahkan anak-anak mereka’.3
Dari penggalan fragmen sejarah di atas terlihat dengan jelas bahwa penyerahan bendera (peperangan) bagi kabilah Quraisy harus berlangsung di rumah tempat mereka berkumpul (Darun Nadwah), atau di rumah anak-anaknya setelah ia tiada. Akan tetapi, tatkala Qushay bin Kilab telah lanjut usia, semakin bertambah umurnya, dan semakin ringkih tulangnya, kedudukannya digantikan oleh ‘Abdul Daar, meskipun ‘Abdul Manaf (anak kedua) lebih terhormat di zaman bapaknya. Semua suku menyetujuinya. Lalu Qushay berkata kepada ‘Abd al-Daar, ‘Sungguh, demi Allah, wahai anakku aku akan mempertemukan dirimu dengan seluruh kaum, jika mereka menganggapmu lebih terhormat. Tidak seorang laki-laki dari kaumnya yang boleh masuk ke dalam Ka’bah sampai engkau membukakan pintu Ka’bah untuknya. Tidak ada seorang laki-laki pun dari suku Quraisy yang akan diserahi panji peperangan kecuali harus diserahkan kepada kedua tanganmu’.4
Namun, setelah meninggalnya Qushay bin Kilab terjadi pertikaian antara Bani ‘Abd al-Daar dengan keturunan pamannya.
Peperangan hampir saja pecah di antara mereka. Selanjutnya mereka menandatangani perjanjian sebagai berikut:
1. Bani Manaf diberi kewenangan untuk memberi minum dan jamuan makan kepada orang-orang yang naik haji.
2. Bani ‘Abd al-Daar diberi kewenangan untuk membuka dan menutup pintu Ka’bah, pemegang panji peperangan, dan mengurusi Darun Nadwah5.
Kewenangan ini tidak pernah berubah hingga datangnya Islam.
Bani ‘Abd al-Daar adalah pihak yang membawa panji peperangan dari suku Quraisy baik pada masa Jahiliyyah maupun Islam. Ini didasarkan pada penuturan Ibnu Hisyam dalam kitab sirahnya, tatkala beliau menceritakan orang-orang musyrik yang terbunuh dalam perang Uhud.
Ibnu Ishaq berkata, ‘Pihak musyrikin yang terbunuh dalam perang Uhud dari suku Quraisy, kemudian dari Bani ‘Abd al-Daar bin Qushay bin Kilab –pemegang panji peperangan--, adalah Thalhah bin Abi Thalhah, dan seseorang yang bernama Abi Thalhah ‘Abdullah bin ‘Abd al-‘Izziy bin ‘Utsman bin ‘Abd al-Daar yang dibunuh oleh Ali bin Abi Thalib, dan Abu Sa’id bin Abi Thalhah…, dan ‘Utsman bin Abi Thalhah, Maani’ bin Ibnu Thalhah, Jalas bin Thalhah, Kilab bin Thalhah, dan Harits bin Thalhah.6 Semua orang ini adalah pemegang panji peperangan, setelah para pemegang bendera sebelumnya tewas terbunuh. Oleh karena itu, orang-orang ini dinamakan dengan ashhabul liwa’ (para pemegang panji peperangan).
Ibnu Ishaq berkata, ‘Sesungguhnya pada perang Uhud, panji peperangan orang Quraisy telah jatuh. Kemudian panji ini diambil oleh ‘Umarah binti ‘al-Qamah al-Harits. Kemudian ia menyerahkan panji peperangan ini kepada orang Quraisy, akan tetapi mereka tidak mau menerima bendera tersebut. Sampai akhirnya bendera itu dipegang oleh Shuwab, salah seorang pembantu bani Thalhah yang berasal dari Habsyah. Dia adalah orang terakhir yang membawa panji perang Quraisy, setelah ash-habul liwa’ (para pemegang bendera) dari bani ‘Abd al-Daar tewas terbunuh. Ash-habul liwa’ ini ada enam orang, sebagaimana telah disebut di atas.7
Hassaan telah mengejek mereka dengan sya’irnya:

Kalian telah menyombongkan diri dengan panji peperangan,
Sungguh, ini adalah kesombongan yang paling buruk,
Panji peperangan, ketika dipungut oleh Shuwab,
Kalian telah menjadikan kesombongan kalian dalam bendera yang dipungut oleh budak itu,
Namun, bendera itu telah terhempas di atas tanah.

Seorang ahli syair lain, Ka’ab bin Malik telah mengejek orang-orang yang telah membiarkan panji peperangannya terjatuh itu dengan syairnya:

Kami telah bersandar kepada ahli liwa’ (pembawa bendera) dan orang yang menjatuhkannya,
Dengan mengingat bendera, maka pujian akan didapatkan dengan segera
Akan tetapi, mereka takut jika mereka menyerahkannya ke tangan seseorang, mereka akan terhinakan,
Allah Swt murka, kecuali Allah telah memerintahkannya,
Dan Dialah yang akan menyempurnakan perintah-Nya.8

‘Alamah Ibnu ‘Abdu ar-Rabbih dalam kitab al-‘Aqd al-Fariid9 mengisahkan sebuah riwayat dari al-Kalabiy, bahwa orang-orang Qurasiy memiliki bendera yang bernama al-‘uqab. Bendera itu berada di tangan pemimpin Quraisy, Abu Sufyan bin Harb. Hal ini dinyatakan oleh Ibnu ‘Abd ar-Rabbih tatkala ia menyebut beberapa pembesar Quraisy, berdasarkan riwayat dari al-Kalbiy. Ia menyatakan, ‘Abu Sufyan bin Harb, ia memegang al-‘uqab, bendera orang Quraisy…Jika orang-orang Quraisy menyepakati seseorang, maka mereka menyerahkan al-‘uqab kepada laki-laki tersebut. Jika mereka tidak menyepakati seseorang, maka mereka menyerahkan bendera itu kepada bani ‘Abd al-Daar (shahib al-liwa’)’.
Demikianlah, setelah peristiwa penaklukan kota Makkah, nama panji peperangan yang ada di tangan bani ‘Abd al-Daar itu diadopsi oleh Rasulullah saw. Sebab, nama panji Nabi saw bernama al-‘uqab juga. Inilah beberapa informasi mengenai bendera yang dimiliki oleh orang Quraisy. Manuskrip di atas merupakan bukti bahwa bendera telah dikenal oleh penduduk pusat kota dan penduduk pedesaan (Badwi) di masa Jahiliyyah.

2. Bendera yang Dimiliki oleh Kabilah Arab (Penduduk Desa), dan Warna-warnanya.
Kabilah-kabilah Arab nomaden telah memiliki banyak bendera, sebagaimana yang disebut dalam sya’ir-sya’ir mereka. Kami akan menyebutkan ragam dan jenis bendera-bendera tersebut. Namun demikian ada manuskrip yang diungkap oleh Imam Ibnu Jama’ah dari ahli sejarah terkenal, Ibnu ‘Aid al-Qurasyiy, yang bisa menjelaskan kepada kita warna-warna bendera dan karakteristik bendera yang dimiliki oleh kabilah-kabilah Arab perkotaan dan pedesaan.
Imam Ibnu Jama’ah bertutur: ‘Dalam kitabnya, ash-Shawaaif, Ibnu ‘Aid menyatakan bahwa bendera setiap kabilah memiliki bentuk dan warna sendiri-sendiri yang jumlahnya kira-kira mencapai 70 bendera’.
Ia berkata, ‘Bendera bani Salim berwarna putih. Pada saat perang Hunain, mereka membawa benderanya dalam peperangan, sampai terbasuh oleh darah, hingga merah warnanya. Selanjutnya mereka menetapkan merah untuk warna bendera mereka.
Ia berkata, ‘Telah diriwayatkan bahwa bendera bani Sukun berbentuk segi empat. Bendera itu memiliki dua sisi yang berwarna merah, dan tiga buah rumbai berwarna putih, dan rumbai-rumbai yang berwarna merah sampai ke tengahnya…
Ia berkata, ‘Bendera bani Hudailah berwarna putih, dan di tengahnya bergambar bulan merah’.
Ia juga bertutur, ‘Bendera kabilah Hawazin berwarna merah dan hitam. [Kabilah Hawazin adalah kabilah modern yang mendiami Thaif].
Ia juga menyatakan, ‘Bendera bani ‘Abbas berwarna merah, bergambar bulan putih, dan memiliki tiga buah rumbai. Dua berwarna merah, satu berwarna putih’.
Ia berkata, ‘Bendera kabilah Asad berwarna kuning, berbentuk segi empat’.
Ia juga menuturkan, ‘Bendera bani Qutaibah berwarna putih. Di tengahnya bergambar raja singa. Bendera itu memiliki sebuah rumbai berwarna putih’.
Ia juga menuturkan, ‘Bendera bani Qurrah berwarna putih dan biru’.
Ia juga menuturkan, ‘Bendera suku Ghassaan, dua sisinya berwarna merah dan tengahnya berwarna putih. [Suku Ghassaan adalah suku modern yang mendiami tanah Syam].
Inilah beberapa penggalan teks yang saya saya kutip dari penjelasan Imam Ibnu Jama’ah dari Imam Ibnu ‘Aid tentang karakteristik bendera di zaman Jahiliyyah yang kemudian menjadi karakteristik bendera di masa Islam. Akan tetapi, kebanyakan kabilah Arab di kemudian hari banyak yang masuk Islam. Islam telah mengadopsi beberapa bendera yang ada di masa Jahiliyyah, sebagaimana dijelaskan dalam sirah Muhammad saw. Selanjutnya, beliau saw menghapus seluruh bendera yang bertentangan dengan ‘akidah Islam.
Imam al-Waqidiy, dalam kitabnya al-Maghaziy, berkata, ‘Bendera suku Aus dan Khazraj berwarna hijau dan merah. Ketika Islam datang, Islam mengakui warna bendera tersebut. Sedangkan panji orang Muhajirin berwarna hitam dan benderanya berwarna putih’.
Teks ini telah menunjukkan dengan sangat jelas, begitu juga teks-teks lain yang tercantum dalam sirah dan dalam peperangan-peperangan Rasulullah saw, khususnya pada saat penaklukan Makkah mengenai bendera dan panji Islam.

3. Panji Perang, Bendera, dan Panji dalam Sya’ir-sya’ir Jahiliyyah.
Panji dan bendera telah disebutkan di dalam sya’ir-sya’ir Jahiliyyah karangan ahli-ahli sya’ir terkemuka di zaman Jahiliyyah. Misalnya, ‘Antarah dan penyair-penyair hebat lainnya. Berikut ini akan diketengahkan sya’ir-sya’ir terpilih dari sya’ir-sya’ir para ahli sya’ir terkemuka di zaman Jahiliyyah, beserta dengan penjelasannya. Syarah sya’ir Jahiliyyah ini diambil dari syarah para ulama yang telah menghabiskan sebagian waktunya untuk mengumpulkan, mensyarahi, dan meneliti periwayatannya, beserta susunan-susunan sya’ir-sya’ir Jahiliyyah tersebut. Untuk mensyarah sya’ir-sya’ir Jahiliyyah ini, saya merujuk syarah dari Imam al-A’lam al-Syantamariy (476 H) dan Imam al-Zuzatiy.
1. Pada saat terjadi serbuan di hari ‘Ara’ir (mulia), ‘Antarah bin Syadad telah bersya’ir:

Wahai, kemulian ada di dalam debu yang beterbangan,
Seandainya kami berada di Rahrahaan dan Asqaf,
Satu batalion pasukan di atas setiap batalion pasukan,
Bendera, pada bayangan burung yang sedang berpindah.10

Syarahnya:
Dalam kabilah ‘Abbas terdapat sebuah kabilah bernama kabilah asy-Sya’ir yang penduduknya tinggal di Rahrahaan dan Asqaf. Di sana ada sejumlah besar pasukan yang bersenjatakan tombak. Setiap batalion pasukan tersebut memegang bendera yang berkibar-kibar, seperti bayangan burung yang beterbangan di langit.

2. Ia juga bersya’ir:

Sungguh, aku berangkat di pagi hari di bawah naungan bendera Ghalib,
Pada saat perang aku tidak berangkat di pagi hari, tanpa menggenggam senjata.11

Syarah:
Antarah berkata, ‘Pada saat peperangan, aku telah berangkat di pagi hari di bawah naungan pembawa bendera milik bani ‘Abbas yang bernama Ghalib, aku tidak berangkat kecuali aku menyandang senjata yang lengkap.’

3. Ia juga bersya’ir:

Sebuah pasukan yang berharap pada setiap pasukannya,
Bendera, bagaikan bayangan burung yang beterbangan.12

Syarah:
Di sini, penya’ir telah mengulang-ulang gambaran dari bendera yang diidentikkan dengan bayangan burung yang beterbangan di atas langit. Dan bayangan itu akan lenyap tatkala burung itu pulang ke sarangnya. Ini merupakan perumpamaan sebuah bendera yang tertambat di sebuah lembing, yang kemudian dibawa lari kencang oleh seekor kuda memasuki medan perang, di bawah naungan burung yang terbang di angkasa.

4. Ia juga bersya’ir:

Wahai ‘Abdullah, yang telah menghadang sepasukan kuda,
Mereka telah melemparkan bendera yang sedang berkibar.13

Syarah:
Yang dimaksud dengan al-khaal pada sya’ir di atas adalah bendera. Al-khaal merupakan muradif dari al-liwa’ (bendera). Sedangkan maksud bait sya’ir di atas adalah, ‘Sesungguhnya ‘Abdullah bin ash-Shimmah telah terbunuh di medan peperangan tatkala dirinya menghadang sepasukan kuda yang sangat kuat dari bani ‘Abbas. Pasukan itu berhasil menghempaskan dirinya, karena begitu banyak senjata yang mengenai dirinya. Akhirnya ia mati, sedangkan benderanya terhempas di atas tanah’.

5. Ia juga bersya’ir:

Apakah dengan Hayy (dari kabilahnya) Qais, atau (Hayy dari kabilahnya) ‘Udzrah, setelahnya,
Berjumpa dengan bendera yang dimilikinya, celakalah orang yang mengikuti.14

Syarah:
Ini adalah Hayy ‘Amirah dari Fuzaarah setelah ia terpecah dari rombongan kabilahnya, dengan orang yang diikutinya. Tidak diketahui, apakah orang tersebut bersama dengan Hayy dari kabilahnya Qais, atau Hayy dari kabilahnya ‘Udzrah. Celakalah orang yang mengikuti dirinya. Bendera telah dikibarkan kepadanya, untuk memberi tanda perang.

6. Ia juga bersya’ir dalam sebuah qasidahnya:

Hudzaifah bertanya tatkala berkobar fitnah diantara kami,
Peperangan, panji-panji peperangan menyongsong kematian dan kehancuran.15

Syarah:
Al-A’lam berkata: Sesungguhnya, yang dimaksud dengan adz-dzawaaib pada sya’ir di atas adalah ar-raayaat (panji-panji peperangan). Makna ini adalah makna yang paling fasih. Adapun makna sya’ir di atas adalah, Sesungguhnya Hudzaifah al-Fazaariy al-Ahmaq, adalah orang yang menyebabkan terjadinya peperangan dahsyat antara bani Fuzarah dan ‘Abbas. Dalam peperangan itu, tanah berwarna merah karena dibasahi darah yang mengalir dari leher-leher kabilah Fuzarah, tatkala telah dikibarkan panji-panji peringatan untuk (berperang) sampai mati.

7. Ia juga bersya’ir:

Jika mereka tidak berlomba dalam perlombaan-perlombaan yang memuliakan mereka,
Sungai yang penuh pasir dan kerikil,
Mereka susuri kelokan yang berpasir dan berkerikil di malam hari,
Lalu, dikibarkanlah panji-panji peperangan, dan di bawah bayangannya,
Dari sebuah kaum, anak-anak perang yang selalu dimenangkan.16

Syarah:
Kabilah Sya’ir memiliki sebuah kabilah yang bernama kabilah ‘Abbas. Mereka memiliki tentara ‘Armaram, yang kekuatannya laksana sungai besar yang penuh dengan pasir dan kerikil. Panji-panji peperangan kabilah ini terkembang di kaki langit dan berkibar-kibar ditiup angin. Dan di bawah bayangan panji-panji perang, generasi perang itu terus memperkuat benteng pertahanannya. Mereka juga tidak pernah meletakkan senjatanya karena ketakutan.
Ada penyair-penyair jahiliyyah lainnya, yakni ‘Amru bin Kultsum at-Taghlibiy. Penyair ini sering disebut-sebut oleh bani Taghlib, dan mereka sangat membanggakan syair-syairnya. Ini bisa dilihat dari syair-syairnya yang tertulis dalam kumpulan syairnya yang sangat termasyhur. Ia bersya’ir:

Ayah Hindun, janganlah engkau tergesa-gesa kepada kami,
Perhatikan kami,
Kami akan mengabarkan kepada anda sebuah keyakinan,
Sesungguhnya, kami menginginkan panji-panji peperangan berwarna putih,
Namun, kami telah mendapatinya berwarna merah,
Sungguh kami telah menyampaikan.17

Syarah:
Al-Zuzaniy telah menjelaskan dua bait syair ini. Bait pertama ia jelaskan sebagai berikut:
Wahai ayah Hindun janganlah engkau tergesa-gesa terhadap kami, perhatikan kami. Anda akan mengetahui perkara dan kedudukan kami dengan menyakinkan. Amru bin Hindun telah berkehendak memutuskan sesuatu, akan tetapi keputusan itu sangat kami sesalkan.
Kemudian ia menjelaskan bait kedua:
Ar-rayah adalah al-‘alam (bendera), bentuk pluralnya adalah ar-raayaat wa ar-ra’yu”.
Al-Zuzaniy menjelaskan maksud syair di atas, dengan penjelasan sebagai berikut:
Kami telah memberitahukan perkara kami dengan seyakin-yakinnya, bahwa kami ingin bendera-bendera kami tetap berwarna putih, dan kami mendapatinya berwarna merah. Sebab, bendera itu telah terbasuh darah para pahlawan. Bait ini telah menjelaskan makna ql-yaqiin pada bait pertama.18
Di dalam sya’ir Jahiliyyah kata ar-rayah kadang-kadang disebut dengan nama al-‘uqab. Penyair Jahiliyyah, an-Nabighah adz-Dziyaniy telah menyebut kata ini untuk menjawab ‘Amir bin ath-Thufail. Ia bersya’ir:

Pasukan berkuda dari Maqulah yang tak memiliki hasrat,
Sekali lagi, al-‘uqab di atas pasukan mereka.

Pensyarah telah menjelaskan sya’ir tersebut sebagai berikut:
Pasukan berkuda dari kabilah Manulah –namanya mirip dengan Manqulah--, mengendarai kuda tanpa pelana kuda –maksudnya mereka menunggang kuda tanpa keberanian. Dan di atas pasukan itu terdapat panji peperangan yang sangat besar laksana burung rajawali.


4. Panji-panji yang Bukan Panji Peperangan

Panji-panji semacam ini ada dua macam:

Jenis pertama: Bendera penjual arak
Dalam catatan Labid disebutkan bahwa bendera (al-raayah) bisa diartikan dengan keinginan (al-ghayah). Ia bersya’ir:

Aku telah menebus makelar dan keinginan sang penjual,
Dan aku telah mendatanginya, sebab benderanya telah dikibarkan, dan araknya telah dihidangkan.

Pensyarah al-Zuzaniy berkata:
Al-ghayat adalah bendera yang dikibarkan oleh penjual arak, agar kedai araknya bisa diketahui oleh khalayak banyak. Yang dimaksud dengan penjual pada sya’ir itu adalah penjual arak. Wa fiyatu al-makaan: ataituhu (artinya aku telah mendatanginya). Kata al-mudaam dan al-mudamah bermakna al-khamar (arak). Selanjutnya ia menjelaskan bait sya’ir itu sebagai berikut:
Aku telah mendatangi tempat bercengkrama di malam itu: maksudnya adalah, ‘Aku telah berkumpul dengan kawan-kawanku, dan berbicara di dalam kedai itu. Selanjutnya aku datangi bendera arak, ketika ia dinaikkan, dikibarkan, dan bendera araknya semakin tinggi, dan bentuknya semakin kecil. Mereka saling memuji perkataan teman-temannya, dan tak tahan membeli arak untuk teman-temannya’.19

Jenis kedua: Bendera pelacur
Bendera-bendera semacam ini telah disebutkan oleh ulama-ulama salaf dan para muhaditsin yang meneliti pergaulan masyarakat di masa Jahiliyyah.
Ibnu Habib berkata:

Salah satu tradisi Jahiliyyah adalah, jika ada orang-orang hendak melacurkan budak-budak wanitanya, mereka memasang bendera di depan pasar-pasar orang-orang Arab. Lantas, orang-orang mendatangi budak-budak itu, dan berbuat keji dengan mereka. Selanjutnya, tradisi ini dihapuskan oleh Islam.20

Imam al-Alusiy telah bertutur tentang bendera pelacur: Masyarakat telah berkumpul dalam jumlah yang sangat banyak. Kemudian mereka mendatangi wanita yang tidak pernah menolak siapapun yang datang kepadanya. Wanita itu adalah pelacur –bendera dipasang di pintu rumah mereka, sebagai tanda bagi orang yang berminat kepada mereka. .. Ibnu Kalabiy dalam kitabnya al-Mutsalib yang telah menyebut nama para pemilik bendera tersebut (pelacur-pelacur tersebut). Beliau telah menyebut lebih dari sepuluh nama-nama pelacur yang sangat termasyhur.21

Jenis ketiga: Bendera anak kecil
Al-Jahidh telah meriwayatkan sebait sya’ir karangan penya’ir al-Hadzaliy, yang bertutur tentang Musailamah al-Kadzab, baik dari sisi kelicikannya, kebohongannya, serta peniruannya terhadap bendera-bendera ke-Nabian kepada orang-orang bodoh. Ia bertutur:

Dengan telur botol,
Dan layang-layang,
Hingga sayap yang dipangkas.

Setelah itu, al-Jahidh memberikan penjelasan panjang lebar sya’ir ini. Berikut ini akan dikutip sebagian penjelasannya yang relevan dengan sub judul bab ini.
Al-Jahidh bertutur:
Musailamah al-Kadzab, sebelum mengaku nabi, dirinya seiring berkeliling ke pasar-pasar yang sering dilalui orang asing dan orang Arab. Pasar yang sering ia singgahi diantaranya adalah pasar al-Iblah, al-Anbar, dan pasar al-Hiirah. Ia juga mendatangi penyihir-penyihir Irak untuk belajar kekuatan, tipu daya, dan ilmu nujum. Setelah itu ia mengaku sebagai nabi, sehingga, dirinya berhasil mengelabui orang-orang awam, orang-orang bodoh, ahli nujum dan kebathinan, para dukun, peramal, penyihir, dan pemuja jin. Mereka adalah pengikut Musailamah. Sedangkan yang diajarkan oleh Musailamah adalah ajaran yang telah disebutkan oleh penya’ir.
a. Baidlat al-qaarur, telur botol. Maksud bait ini adalah, merendam telur di dalam cuka, sampai telur itu melentur (flksibel/mengembang). Jika telah mengembang, memanjang dan fleksibel seperti karet yang lentur, telur itu dimasukkan ke dalam botol yang berkepala kecil. Kemudian dibiarkan hingga masuk dan mengeras kembali. Jika ia telah masuk dan mengeras ke dalam botol, telur itu akan kembali pada bentuknya semula.
b. Raayat asy-syaadin, layang-layang --tempat syahid (medan perang di sana)-- , maksud bait ini adalah, membuat layang-layang seperti halnya layang-layang anak kecil yang terbuat dari kertas Cina dan kertas biasa. Kemudian layang-layang itu diberi ekor dan sayap. Di bagian tengahnya digantungkan genta (lonceng). Layang-layang itu diterbangkan pada waktu ada angin dengan tali yang sangat panjang --dimasa kita sekarang disebut dengan pesawat terbang kertas. Layang-layang ini tidak diterbangkan kecuali pada malam hari, sehingga orang-orang hanya melihat ‘burungnya’ (layang-layangnya) saja, tetapi tidak melihat benangnya. Kemudian Musailamah mengelabui masyarakat dan menyatakan bahwa apa yang mereka lihat itu adalah para malaikat yang turun kepada dirinya.
c. Tushil al-maqshush, menyambung yang terpotong. Maksud sya’ir ini adalah menyambung sayap merpati atau elang yang telah terpotong sayapnya dengan bulu yang diambil dari burung yang telah mati. Jika sayapnya telah tersambung maka burung itu menjadi sembuh dan terbang. Musailamah menyatakan bahwa ia telah menghidupkan burung yang telah mati dan menyambung kembali bagian-bagian burung yang telah rusak, dan lain-lain.22


Jenis keempat: Bendera Al-Khunsaa’ Seorang Penyair Wanita
Penyair Salimah asy-Syahirah atau al-Khunsaa’ Tamadlir binti asy-Syariid as-Saliimah, adalah penyair wanita terkenal di zaman Jahiliyyah dan Islam. Ia juga terhitung sebagai salah satu penyair wanita terbesar di masa Jahiliyyah. Ia telah menyebut ‘bendera’ dalam sya’irnya, tatkala ia melantunkan sya’ir untuk memuji saudara laki-lakinya, Shakhr:

Pembawa bendera, kesaksian rahasia,
Dirham atau denda; bagi tali busur yang dicari.

Tsa’lab telah menjelaskan ‘pembawa bendera itu’, dengan penjelasan sebagai berikut: ‘Saya kabarkan bahwa pembawa bendera itu adalah pemimpin yang membawa bendera’.23
Penyair al-Khunsaa’ sangat ‘mabuk’ dengan bendera, akibat terbunuhnya saudara laki-lakinya, Shakhr. Ia –penyair wanita ini—telah ‘menangkis’ dengan bendera ini seluruh penyair dan orang-orang Arab yang ada di pasar-pasar Arab yang terkenal di masa jahiliyyah. Pasar paling besar adalah ‘Ukadz, dan pada saat musim haji.
Tsa’lab berkata, ‘Tatkala bapak dan dua orang saudara laki-lakinya, Shakhr dan Mu’awiyyah menemui kematian, Khunsaa’ meratapi mereka dan menyaksikan pekan raya. Kemudian ia memasang bendera pada sekedupnya. Lalu ia berkata, ‘Aku adalah orang Arab yang paling malang’. Ia menangisi mereka dalam syairnya, sehingga orang-orang Arab mengetahui kemalangannya’.24
paulusjancok
paulusjancok
BLUE MEMBERS
BLUE MEMBERS

Male
Number of posts : 809
Age : 36
Humor : Yesus nggak pake sempak...hanya orang GOBLOK yang menyembahnya
Reputation : 1
Points : 6488
Registration date : 2011-08-12

Back to top Go down

apakah islam mengharamkan penghormatan bendera? Empty Re: apakah islam mengharamkan penghormatan bendera?

Post by abu hanan Thu 25 Aug 2011, 5:27 pm

musicman wrote:ba..thread tantangan anda yg sini

https://murtadinkafirun.forumotion.com/t11858-undangan-dialog-untuk-muslimsilakan-masuk

mo dikemanain?

KO?
apakah islam mengharamkan penghormatan bendera? 994211
tinggal gelanggang,colong playu
munafik dan pengecut adalah sahabat karib,bahkan bersaudara
lol! lol!
abu hanan
abu hanan
SILVER MEMBERS
SILVER MEMBERS

Male
Number of posts : 1391
Location : yerusalem
Job/hobbies : bersih2 al aqsha
Reputation : -60
Points : 6138
Registration date : 2011-07-08

http://www.isyfatihah.wordpress.com

Back to top Go down

apakah islam mengharamkan penghormatan bendera? Empty Re: apakah islam mengharamkan penghormatan bendera?

Post by Sponsored content


Sponsored content


Back to top Go down

Back to top

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum