MURTADIN_KAFIRUN
WELCOME

Join the forum, it's quick and easy

MURTADIN_KAFIRUN
WELCOME
MURTADIN_KAFIRUN
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Latest topics
» Yeremia 23 & Ulangan 13 mengisyaratkan Muhammad nabi palsu
islam agama yang mencerahkan EmptyFri 02 Feb 2024, 5:21 pm by buncis hitam

» kenapa muhammad suka makan babi????
islam agama yang mencerahkan EmptyWed 31 Jan 2024, 1:04 am by naufal

» NYATA & FAKTA : TERNYATA YESUS PILIH MENGAULI KELEDAI DARIPADA WANITA!!! (sebuah penghinaan OLEH PAULUS)
islam agama yang mencerahkan EmptyFri 12 Jan 2024, 9:39 pm by Uwizuya

» SORGA ISLAM RUMAH PELACUR ALLOH SWT...........
islam agama yang mencerahkan EmptyTue 02 Jan 2024, 12:48 am by Pajar

» Moon Split or Islamic Hoax?
islam agama yang mencerahkan EmptyWed 13 Dec 2023, 3:34 pm by admin

» In Islam a Woman Must be Submissive and Serve her Husband
islam agama yang mencerahkan EmptyWed 13 Dec 2023, 3:32 pm by admin

» Who Taught Allah Math?
islam agama yang mencerahkan EmptyWed 13 Dec 2023, 3:31 pm by admin

» BISNIS GEREJA YUUUKZ....LUMAYAN LOH UNTUNGNYA....
islam agama yang mencerahkan EmptyWed 05 Jul 2023, 1:57 pm by buncis hitam

» ISLAM: Palsu, Maut, Tak Akan Tobat, Amburadul
islam agama yang mencerahkan EmptySun 07 May 2023, 9:50 am by MANTAN KADRUN

Gallery


islam agama yang mencerahkan Empty
MILIS MURTADIN_KAFIRUN
MURTADIN KAFIRUNexMUSLIM INDONESIA BERJAYA12 Oktober Hari Murtad Dari Islam Sedunia

Kami tidak memfitnah, tetapi menyatakan fakta kebenaran yang selama ini selalu ditutupi oleh muslim untuk menyembunyikan kebejatan nabinya

Menyongsong Punahnya Islam

Wadah syiar Islam terlengkap & terpercaya, mari sebarkan selebaran artikel yang sesungguhnya tentang si Pelacur Alloh Swt dan Muhammad bin Abdullah yang MAHA TERKUTUK itu ke dunia nyata!!!!
 

Kebrutalan dan keberingasan muslim di seantero dunia adalah bukti bahwa Islam agama setan (AJARAN JAHAT,BUAS,BIADAB,CABUL,DUSTA).  Tuhan (KEBENARAN) tidak perlu dibela, tetapi setan (KEJAHATAN) perlu mendapat pembelaan manusia agar dustanya terus bertahan

Subscribe to MURTADIN_KAFIRUN

Powered by us.groups.yahoo.com

Who is online?
In total there are 36 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 36 Guests :: 1 Bot

None

[ View the whole list ]


Most users ever online was 354 on Wed 26 May 2010, 4:49 pm
RSS feeds


Yahoo! 
MSN 
AOL 
Netvibes 
Bloglines 


Social bookmarking

Social bookmarking reddit      

Bookmark and share the address of MURTADINKAFIRUN on your social bookmarking website

Bookmark and share the address of MURTADIN_KAFIRUN on your social bookmarking website


islam agama yang mencerahkan

Go down

islam agama yang mencerahkan Empty islam agama yang mencerahkan

Post by paulusjancok Thu 22 Sep 2011, 11:35 am

“Kawan-kawan, mari kita tinggalkan Barat dan Eropa, mari kita hentikan sikap
meniru-niru Barat. Mari kita tinggalkan Barat yang sok berbicara tentang
kemanusiaan, tetapi di mana-mana kerjanya membinasakan manusia.”
Ali Syari’ati (1933-1977)

Krisis Peradaban
Dewasa ini, kebudayaan-kebudayaan dan peradaban-peradaban manusia banyak
mengalami mutasi dalam bentukan yang tidak lagi orisinil. Ia tengah dibaratkan
(westernized) dan dicongkel dari akarnya sehingga nilai-nilai, kearifan, dan identitas aslinya
terkoyak menjadi potongan-potongan kecil yang terkontaminasi dengan produk
kebudayaan Barat. Barat telah berhasil mengkristalisasikan sentimen-sentimen, corak-
corak rasial, pandangan serta pola pemikiran masyarakatnya ke dalam karakter
kebudayaannya dan mencekokkannya kepada bangsa-bangsa lain. Kebudayaan dan
peradaban sepertinya diklaim menjadi eksklusif Barat. Dengan menganggap produk
kebudayaan mereka lebih unggul dari bangsa-bangsa lain, Barat ingin menjadikan bangsa-
bangsa lain sebagai konsumen bagi kebudayaan dan nilai-nilai spiritual mereka.
Kebudayaan dan peradaban Barat telah mengambil bentuk yang baru, dari kungkungan
etnisitas menjadi cluster universal. Filsafat, seni, teknologi, dan semua anasir kebudayaan
yang berhubungan dengan makhluk bernama manusia dikonstruksi sedemikian rupa
sehingga, seolah-olah, hanya ada satu parameter tunggal yang menjadi kiblat seluruh
peradaban bangsa-bangsa di dunia.

1
Alumnus Ilmu Pemerintahan UGM, penulis buku Sosialisme Islam; Pemikiran Ali Syariati.
LISENSI DOKUMEN
Copyleft eko Supriyadi. Lisensi Publik. Diperkenankan untuk melakukan penyebarluasan
artikel ini bagi kepentingan pendidikan dan bukan untuk kepentingan komersial, dengan
tetap mencantumkan atribut penulis dan keterangan dokumen ini secara lengkap. ‘Ulümuddîn Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyleft Eko Supriyadi
2
Pada dataran yang lebih riil, perkembangan industri untuk menciptakan teknologi-
teknologi baru membawa dampak bagi kaum Muslim. Barat sebagai kampiun teknologi
memanfaatkan kemampuannya untuk menarik sumber-sumber alam, sumber uang, dan
kekayaan negeri-negeri dunia ketiga yang banyak dihuni oleh kaum Muslim. Dengan
teknologi pula Barat telah berhasil membentuk dirinya sebagai model dan mesin pencetak
peradaban dunia. Pencitraan teknologi berikut segala bentuk variasi produknya
berkembang pesat di bawah iklim kapitalisme. Negara Dunia Ketiga, yang notabene
kurang memiliki kemampuan memproduksi teknologi sendiri, di-setting sedemikian rupa
agar menjadi konsumen setia produk Barat dengan harga yang mahal. Demi keuntungan
sebesar-besarnya, kapitalisme selalu membuat strategi untuk bisa memasarkan produknya
dalam jumlah yang terus meningkat setiap tahunnya. Agar masyarakat dunia rela membeli
habis barang-barang produk teknologi mereka, satu-satunya cara adalah dengan
membentuk pola pikir masyarakat yang konsumtif. Melalui berbagai media iklan dan
propaganda, mereka menyusupkan visualisasi atas produk-produk tersebut seolah-olah
merupakan kebutuhan yang bersifat primer dan wajib dimiliki. Kecenderungan untuk
membeli dan menggunakan produk Barat yang sebelumnya bersifat tertier menjadi
kebutuhan primer merupakan salah satu cara kapitalis Barat mengeruk sebesar-besar
keuntungan dari negara Dunia Ktiga. Pencitraan tingginya status sosial, prestise, tren, dan
predikat modern dinisbatkan kepada siapa pun yang mampu membeli, menggunakan dan
terus mengikuti model terbaru atas produk teknologi Barat. Cara yang demikian
merupakan suatu tipuan yang membolak-balik logika masyarakat dunia agar menanggalkan
identitas-identitas aslinya kemudian berebut untuk menggunakan beragam bentuk produk
kebudayaan Barat yang diklaim sebagai ikon-ikon kemajuan dan keberadaban. Jadilah
negeri-negeri konsumen sebagaimana kerbau yang dicocok hidungnya oleh kekuatan
kapitalistik Barat yang eksploitatif.
Homogenisasi kebudayaan dan peradaban inilah yang menjadi salah satu tantangan
terbesar bagi umat Islam sebagai pengemban wahyu Illahi. Negeri-negeri Muslim yang
pada umumnya masih menjadi mayoritas tertindas (the oppressed majority) dalam
keterpurukan ekonomi, politik, dan sosial, ditambah dengan rendahnya intelektualitas,
mengimpor produk kebudayaan, teknologi, dan peradaban Barat ke tanah air mereka
sebagai usungan jargon globalisasi dan ikon modernisasi. Sudah tentu generasi muda
menjadi obyek terbesar yang menghadapi pengaruh dari perbenturan kebudayaan ini. ‘Ulümuddîn Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyleft Eko Supriyadi
3
Mengapa bukan kalangan tua yang justru tengah memegang perannya sebagai organ-organ
yang sedang menjalankan mesin negara dan masyarakat? Bagaimana pun, generasi tua
sudah sulit mengalami pergeseran nilai-nilai yang sebelumnya terpatri dalam benak
mereka. Generasi tua akan segera mengakhiri tugas-tugasnya untuk digantikan, dan ia
mesti mempersiapkan penerus yang lebih baik dari mereka, yaitu generasi muda. Generasi
muda merupakan modal paling esensial bagi masyarakat untuk menciptakan suatu
perubahan. Jika pikiran generasi muda perlahan-lahan digerus oleh konstruk pseudo-
kebudayaan dan toxic peradaban Barat yang materialistik dan hedonis, sulit sekali
mengharapkan perubahan positif muncul dari generasi seperti mereka. Bagaimanapun,
pendulum masih meluncur ke arah Barat; dunia sedang berada dalam cengekeraman Barat,
dalam segala sisi kehidupan. Sulit ditemukan sebuah negara yang bersih dari pengaruh
anasir-anasir Barat. Masyarakat dunia secara umum sedang menderita westruckness dan
westoxication—meminjam istilah Ali Syari’ati—kebangkrutan moral ala Barat dan mabuk
kepayang terhadap Barat.

Islam sebagai Ideologi

Istilah ideologi berasal dari kata idea—yang berarti pemikiran, daya khayal, konsep
atau keyakinan—dan logos, yang berarti logika atau ilmu. Dengan demikian ideologi dapat
diartikan sebagai ilmu tentang keyakinan dan gagasan. Seorang ideolog adalah penganjur
gagasan tertentu yang perlu ditaati oleh suatu kelompok, kelas sosial, bangsa atau ras
tertentu. Meminjam ungkapan seorang penulis Perancis, ideologi sangat erat kaitannya
dengan orang yang menggerakkan, cendekiawan atau intelektual dalam masyarakat.
Karena itulah seorang cendekiawan dituntut untuk memiliki pengertian yang jelas
mengenai ideologi yang dapat membantunya mengembangkan suatu pola pemikiran yang
jelas. Mempunyai ideologi berarti mempunyai keyakinan kuat tentang bagaimana
mengubah status quo yang sudah mentradisi dalam masyarakatnya.
Ideologi berbeda dengan bentuk-bentuk pemikiran lain, seperti halnya ilmu
pengetahuan dan filsafat. Ideologi menuntut agar kaum intelektual bersikap setia
(commited). Ideologilah yang mampu mengubah masyarakat—sementara ilmu dan fisafat
tidak—karena sifat dan keharusan ideologi meliputi keyakinan tanggung jawab dan
keterlibatan untuk berkomitmen. Sejarah mengatakan bahwa revolusi, pemberontakan, ‘Ulümuddîn Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyleft Eko Supriyadi
4
pengorbanan hanya dapat digerakkan oleh ideologi. Baik ilmu maupun filsafat tidak
pernah dapat melahirkan revolusi dalam sejarah, walaupun keduanya selalu menunjukkan
perbedaan-perbedaan dalam perjalanan waktu. Adalah ideologi-ideologi yang senantiasa
memberikan inspirasi, mengarahkan dan mengorganisasikan pemberontakan-
pemberontakan menakjubkan yang membutuhkan pengorbanan-pengorbanan dalam
sejarah manusia di berbagai belahan dunia. Hal ini karena ideologi pada hakikatnya
mencakup keyakinan, tanggung jawab, keterlibatan dan komitmen.
Dalam bentuknya yang masih asli, pada dasarnya agama—dalam hal ini Islam—
dapat dan harus difungsionalisasikan sebagai kekuatan revolusioner untuk membebaskan
masyarakat di negeri mana pun yang tertindas, baik secara kultural maupun politik. Lebih
tegas lagi, Islam dalam bentuk murninya—yang belum terkontaminasi oleh nilai-nilai di
luar dirinya—merupakan ideologi revolusioner ke arah pembebasan dari hegemoni politik,
ekonomi, dan kultural yang bukan Islam. Islam sebagai mahzab sosiologi ilmiah meyakini
bahwa perubahan sosial (termasuk revolusi) dan perkembangan masyarakat tidak dapat
didasarkan pada kebetulan, karena masyarakat merupakan organisme hidup, memiliki
norma-norma kekal dan norma-norma yang tak tergugat dan dapat diperagakan secara
ilmiah. Manusia memiliki kebebasan dan kehendak bebas; dengan campur tangannya
dalam menjalankan norma masyarakat, setelah mempelajari dan menggunakannya, dia
dapat merencanakan dan meletakkan dasar-dasar bagi masa depan yang lebih baik untuk
individu maupun masyarakat.
Islam sebagai sebuah ideologi, bukanlah spesialisasi ilmiah, melainkan perasaan
yang dimiliki seorang berkenaan dengan mahzab pemikiran sebagai suatu sistem
keyakinan, bukan sebagai suatu kebudayaan. Hal ini berarti Islam perlu dipahami sebagai
sebuah ide, bukan sebagai sekumpulan ilmu. Islam perlu difahami sebagai suatu gerakan
kemanusiaan, historis dan intelektual, bukan sebagai gudang informasi teknis dan ilmiah.
Dengan demikian, Islam perlu dipandang sebagai ideologi dalam pikiran seorang
intelektual, bukan sebagai ilmu-ilmu agama kuno dalam pikiran seorang ahli agama.
Walaupun demikian, proses pemihakan seorang Muslim terhadap ideologi Islam
tidak bisa dipaksakan maupun dibayang-bayangi kekuatan di luar dirinya, tetapi harus
terinternalisasi secara suka rela atas dasar kehendak bebasnya untuk memilih dan
menentukan. Jika ideologi tidak lagi merupakan manifestasi kehendak merdeka seseorang,
atau dipaksakan kehadirannya, maka ia telah kehilangan ruhnya dan berubah menjadi ‘Ulümuddîn Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyleft Eko Supriyadi
5
sekedar sebuah tradisi sosial bagian dari kebudayaan; ia telah kehilangan karakteristik
aslinya. Dalam ungkapan Syari’ati (1986), Islam adalah “agama yang dengan segera
melahirkan gerakan, menciptakan kekuatan, menghadirkan kesadaran diri dan pencerahan,
dan menguatkan kepekaan politik dan tanggung jawab sosial yang berkait dengan diri
sendiri …suatu kekuatan yang meningkatkan pemikiran dan mendorong kaum tertindas
agar memberontak dan menghadirkan di medan perang spirit keimanan, harapan dan
keberanian.”
Terdapat perbedaan antara Islam dengan pemahaman umum tentang agama yang
dikonsepsikan oleh Emile Durkheim. Dalam bentuk yang tidak ideologis, agama seperti
dikemukakan oleh Durkheim sebagai “suatu kumpulan keyakinan warisan nenek moyang
dan perasan-perasaan pribadi … (yang) tidak harus merupakan manifestasi dari semangat
dan ideal kemanusiaan yang sejati.” Jika Islam diubah bentuknya dari “mahzab ideologi”
menjadi sekedar “pengetahuan kultural” dan sekumpulan pengetahuan agama
sebagaimana yang dikonsepsikan Durkheim, ia akan kehilangan daya dan kekuatannya
untuk melakukan gerakan, komitmen, dan tanggung jawab, serta kesadaran sosial sehingga
ia tidak memberi kontribusi apa pun kepada masyarakat.
Dalam konteks praksis, Agama Islam berbeda dengan agama-agama lain. Islam
tidak bisa dikonvensionalkan menjadi ritualitas individu semata, melainkan ruh yang
menggerakkan hati seorang Muslim untuk menempuh aksi-aksi progresif bagi
kemaslahatan umat manusia baik individu maupun kolektif. Sebagai sebuah ideologi,
agama Islam bertengger di atas keyakinan yang secara sadar dipilih untuk menjawab
kebutuhan-kebutuhan serta masalah-masalah yang mencuat dalam masyarakatnya. Sebagai
konsekuensi karakteristik universalitasnya, Islam senantiasa hadir dalam realitas
masyarakat seperti apa pun bentuknya dan dalam kondisi bagaimana pun. Dengan
demikian, Islam menuntut upaya-upaya korektif dan konstruktif atas kondisi yang
kontraproduktif terhadap kebangunan Islam itu sendiri. Karenanya Islam adalah agama
yang membumi, mendekati sedekat mungkin segala realitas kontekstual yang sedang
bergejolak dalam masyarakat, untuk selanjutnya menawarkan solusi atas permasalahan
yang ada.
Wawasan keislaman seperti apa pun, tanpa suatu pemahaman yang mendalam
terhadap prinsip-prinsipnya (dari dataran konseptual hingga wilayah praksis), tidak akan
mampu menjadi khasanah untuk menemukan kebijaksanaan Islam, paling jauh hanya ‘Ulümuddîn Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyleft Eko Supriyadi
6
mencetak seorang intelektual yang kebetulan Islam, bukan Islam intelektual. Seorang
Islam dalam bentukan yang tidak kaffah semacam ini memandang Islamnya dari suatu
jarak yang jauh dari kehidupan masyarakat tanpa terbebani sebuah tanggung jawab sosial.
Kesadaran yang perlu ditumbuhkan ialah, bahwa kaum Muslim menanggung
beban tanggung jawab sosial, dan bahkan misi universal, untuk memerangi kejahatan dan
berusaha merebut kemenangan demi umat manusia, kebebasan, keadilan, dan kebaikan.
Islam mengajarkan bahwa di hadapan Allah manusia bukanlah makhluk yang rendah,
karena ia adalah rekan Allah, teman-Nya, pendukung amanah-Nya di bumi. Manusia
menikmati afinitasnya dengan Allah, menerima pelajaran dari-Nya, dan telah menyaksikan
betapa semua malaikat Allah bersujud kepadanya. Manusia bidimensional yang memikul
tanggung jawab demikian ini, membutuhkan agama yang tidak hanya berorientasi kepada
dunia ini atau akhirat semata, melainkan agama yang mengajarkan keseimbangan. Hanya
dengan agama demikian (Islam) manusia mampu melaksanakan tanggung jawabnya yang
besar.
Dalam kenyataannya, kebanyakan ilmuwan, penulis, arsitek, sastrawan, ahli
kesehatan, dan semua kelompok yang ada dalam masyarakat bekerja berdasarkan ilmu
pengetahuan yang netral. Netralitas berarti bebas nilai, tidak bermuatan ideologis tertentu.
Inilah yang menyebabkan mereka hanya dipekerjakan untuk uang yang berarti bergantung
pada pemilik modal. Slogan netralitas ilmiah telah didiktekan kepada para ilmuwan Dunia
Ketiga. Sehingga para ilmuwan haruslah menjadi jiwa yang terbelah (the split personality)
menjadi dua bagian atau lebih; pada satu sisi ilmu dan keahlian, pada sisi yang lain
keyakinan, yang menempati wilayah saling terasing satu sama lain. Mereka mesti menjejali
kepalanya dengan pernyataan-pernyataan bahwa dia adalah ilmuwan yang obyektif dan
netral, bekerja dalam dunai analisis yang menuntut semua dicari dan direkam secara
obyektif, demi kemurnian ilmu dan menghindari distorsi ilmu. Maka, jatuhlah diri mereka
ke dalam ketidakbermaknaan atas karya-karya dan jerih payah yang mereka kerjakan, tanpa
suatu misi tertentu, motivasi yang hakiki, serta harapan yang lebih besar untuk mereka
dapatkan dari sekedar uang, privelese, dan penghargaan oleh manusia.
Dewasa ini ilmu dipisahkan dari ideologi dalam jarak yang sangat jauh. Sebuah
kekeliruan bagi ilmu untuk bersentuhan dengan ideologi. Ketersinggungan antara ilmu,
profesi, dan ideologi bukan lagi masalah yang harus diperdebatkan. Ia sudah dibereskan
oleh modernisasi dan rasionalisasi pikiran manusia. Jika disadari, sebenarnya logika ‘Ulümuddîn Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyleft Eko Supriyadi
7
berpikir tersebut sama halnya mencabut ruh dari sangkar badannya. Dengan cara pandang
demikian maka ilmuwan modern menjual dirinya kepada pemerintah, korporasi, kekuatan
modal, demi mendapatkan upah yang tinggi untuk kemakmurannya. Mereka tidak lagi
mempedulikan ketimpangan, ketidakadilan, status quo, kebobrokan, dan peristiwa apa
pun yang muncul di tengah-tengah masyarakat.
Padahal di situlah tugas dan bidang garap ideologi. Ketika ideologi sudah
dicampakkan dari kesatuan utuh paradigma berpikir masyarakat, maka nilai-nilai dasar
yang memotivasi seluruh aktivitas mereka menjadi pragmatis. Mereka akan kekurangan
sense of humanity; kemanusiaan sudah tergadaikan oleh egoisme individual dan tujuan-tujuan
jangka pendek. Dengan demikian, sesungguhnya yang dibutuhkan Islam adalah ilmuwan-
ilmuwan yang ideolog, bukan ilmuwan pragmatis. Ilmuwan yang bergerak dalam dua aras:
antara idealita dan realita, antara individu dan sosial, antara vertikal dan horizontal, antara
profesionalisme dan humanisme, antara misi kemanusiaan dan misi kenabian, antara
kehidupan dunia dan setelahnya. Mereka itu adalah ulil albab, raushan fikr yang menyimpan
energi untuk menggerakkan peradaban.

Menjadi ‘Raushan Fikr’
Jalaluddin Rahmat—dalam pengantar terjemahan karya Ali Syari’ati, Ideologi Kaum
Intelektual: Suatu Wawasan Islam (1994)—menjelaskan bahwa raushan fikr dalam bahasa
Persia berarti “pemikir yang tercerahkan.” Dalam terjemahan Inggris terkadang disebut
intelectual atau free thinkers. Raushan fikr berbeda dengan ilmuwan. Seorang ilmuwan
menemukan kenyataan, seorang raushan fikr menemukan kebenaran; ilmuwan hanya
menampilkan fakta sebagaiman adanya, raushan fikr memberikan penilaian seharusnya;
ilmuwan berbicara dengan bahasa universal, raushan fikr seperti para Nabi—berbicara
dengan bahasa kaumnya; ilmuwan bersikap netral dalam menjalankan pekerjaannya,
raushan fikr harus melibatkan diri pada ideologi.
Raushan fikr juga adalah sosok yang sadar akan keadaan manusia (human condition) di
masanya, serta setting kesejarahannya dan kemasyarakatannya yang menerima rasa
tanggung jawab sosial. Ia tidak harus berasal dari kalangan terpelajar maupun intelektual.
Mereka adalah para pelopor dalam revolusi dan gerakan ilmiah. Dalam zaman modern
maupun berkembang, raushan fikr mampu menumbuhkan rasa tangung jawab dan
kesadaran untuk memberi arahan intelektual dan sosial kepada rakyat. Raushan fikr ‘Ulümuddîn Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyleft Eko Supriyadi
8
dicontohi oleh pendiri agama-agama besar (para nabi), yaitu pemimpin yang mendorong
terwujudnya pembenahan-pembenahan stuktural yang mendasar. Mereka sering muncul
dari kalangan rakyat jelata yang mempunyai kecakapan berkomunikasi dengan rakyat
untuk menciptakan semboyan-semboyan baru, memproyeksikan pandangan baru,
memulai gerakan baru, dan melahirkan energi baru ke dalam jantung kesadaran
masyarakat. Gerakan mereka adalah gerakan revolusioner, mendobrak, tetapi konstruktif.
Dari masyarakat beku menjadi progresif, dan memiliki pandangan untuk menentukan
nasibnya sendiri. Seperti halnya para nabi, raushan fikr tidak termasuk golongan ilmuwan
dan bukan bagian dari rakyat jelata yang tidak berkesadaran dan mandek. Mereka individu
yang mempunyai kesadaran dan tanggung jawab untuk menghasilkan lompatan besar.
Raushan fikr adalah model manusia yang diidealkan oleh Ali Syari'ati untuk
memimpin masyarakat menuju revolusi. Raushan fikr adalah pemikir tercerahkan yang
mengikuti ideologi yang dipilihnya secara sadar. Ideologi akan membimbingnya kepada
pewujudan tujuan ideologi tersebut, ia akan memimpin gerakan progresif dalam sejarah
dan menyadarkan umat terhadap kenyataan kehidupan. Ia akan memprakarsai gerakan
revolusioner untuk merombak stagnasi. Sebagaimana rasul-rasul selalu muncul untuk
mengubah sejarah dan menciptakan sejarah baru. Memulai gerakan dan menciptakan
revolusi sistemik.
Manusia raushan fikr memiliki karakteristik memahami situasi, merasakan desakan
untuk memberi tujuan yang tepat dalam menyebarkan gaya hidup moralitas dan monastis,
anti status quo, konsumerisme, hedonisme dan segala kebuntuan filosofis, menuju
masyarakat yang mampu memaknai hidup, konteks, dan realitas masyarakat.
Dalam salah satu karyanya, Tugas Cendekiawan Muslim (2001), Syari’ati menjelaskan
secara detail tanggung jawab orang-orang yang tercerahkan, yakni: “menentukan sebab-
sebab yang sesungguhnya dari keterbelakangan masyarakatnya dan menemukan penyebab
sebenarnya dari kemandekan dan kebobrokan rakyat dalam lingkungannya. (ia juga) harus
mendidik masyarakatnya yang bodoh dan masih tertidur, mengenai alasan-alasan dasar
bagi nasib sosio-historis yang tragis. Lalu, dengan berpijak pada sumber-sumber, tanggung
jawab, kebutuhan-kebutuhan dan penderitaan masyarakatnya, ia dituntut menentukan
pemecahan-pemecahan rasional yang memungkinkan pemanfaatan yang tepat atas
sumber-sumber daya terpendam di dalam masyarakatnya, dan mendiagnosis yang tepat
pula atas penderitaan masyarakatnya. Orang yang tercerahkan akan berusaha untuk ‘Ulümuddîn Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyleft Eko Supriyadi
9
menemukan hubungan sebab akibat sesungguhnya antara kesengsaraan, penyakit sosial,
dan kelainan-kelainan serta berbagai faktor internal dan eksternal. Akhirnya, orang yang
tercerahkan harus mengalihkan pemahaman di luar kelompok teman-temannya yang
terbatas ini kepada masyarakat secara keseluruhan.”
Raushan fikr merupakan kunci bagi perubahan, oleh karenanya sulit diharapkan
terciptanya perubahan tanpa peranan mereka. Merekalah pembangun jalinan yang
meninggalkan isolasi menara gading dan turun dalam masyarakat. Mereka adalah katalis
yang meradikalisasi massa yang tidur panjang menuju gerakan melawan penindas. Hanya
ketika dikatalisasi oleh raushan fikr masyarakat dapat mencapai lompatan kreatif yang besar
menuju peradaban baru. Pemikir tercerahkan adalah aktivis yang meyakini sungguh-
sungguh dalam ideologi mereka dan menginginkan syahid demi perjuangan tersebut. Misi
yang dilancarkan mereka adalah untuk memandu “massa yang tertidur dan bebal” dengan
mengidentifikasi masalah riil berupa kemunduran masyarakat.
Jika boleh divisualkan, Ali Syari’ati seolah berorasi kepada seluruh intelektual
Muslim di mana pun,” Wahai ulil albab, raushan fikr, kalian jangan berhenti di atas menara
gading! Turunlah ke bawah, ke kampung-kampung, ke kota-kota, ke pasar-pasar, ke
sekolah-sekolah, ke tempat di mana ada sekumpulan manusia! Jangan puas dengan ilmu
yang telah kalian dapatkan. Sebab ilmu itu harus kalian abdikan ke tengah masyarakat.
Tumbuhkan kesadaran dan semangat umat untuk merubah dunia dengan bimbingan ilmu.
Jangan anjurkan mereka meniru-niru Barat atau menjiplak Timur. Sebab Barat dan Timur
bukanlah kutub yang harus dipilih, keduanya sama-sama tumbuh dari jantung tradisi.
Hidupkan Islam, sebab Islam bukan tradisi, bukan Barat, bukan pula Timur! Islam adalah
wahyu. Pelajari keyakinan dasar dan proses yang membentuk kesadaran masyarakatmu,
kemudian kebudayaan mereka, dan karakteristik mereka. Tugas kalian adalah merobohkan
sistem masyarakat yang berdasar atas penindasan, ketidakadilan, dan kezaliman dengan
membentuk umat yang terbangun atas dasar tauhid. Inilah tugas para rasul. Kini, kalianlah
penerusnya!”
paulusjancok
paulusjancok
BLUE MEMBERS
BLUE MEMBERS

Male
Number of posts : 809
Age : 36
Humor : Yesus nggak pake sempak...hanya orang GOBLOK yang menyembahnya
Reputation : 1
Points : 6486
Registration date : 2011-08-12

Back to top Go down

Back to top

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum