MURTADIN_KAFIRUN
WELCOME

Join the forum, it's quick and easy

MURTADIN_KAFIRUN
WELCOME
MURTADIN_KAFIRUN
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Latest topics
» Yeremia 23 & Ulangan 13 mengisyaratkan Muhammad nabi palsu
Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran. EmptyFri 02 Feb 2024, 5:21 pm by buncis hitam

» kenapa muhammad suka makan babi????
Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran. EmptyWed 31 Jan 2024, 1:04 am by naufal

» NYATA & FAKTA : TERNYATA YESUS PILIH MENGAULI KELEDAI DARIPADA WANITA!!! (sebuah penghinaan OLEH PAULUS)
Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran. EmptyFri 12 Jan 2024, 9:39 pm by Uwizuya

» SORGA ISLAM RUMAH PELACUR ALLOH SWT...........
Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran. EmptyTue 02 Jan 2024, 12:48 am by Pajar

» Moon Split or Islamic Hoax?
Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran. EmptyWed 13 Dec 2023, 3:34 pm by admin

» In Islam a Woman Must be Submissive and Serve her Husband
Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran. EmptyWed 13 Dec 2023, 3:32 pm by admin

» Who Taught Allah Math?
Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran. EmptyWed 13 Dec 2023, 3:31 pm by admin

» BISNIS GEREJA YUUUKZ....LUMAYAN LOH UNTUNGNYA....
Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran. EmptyWed 05 Jul 2023, 1:57 pm by buncis hitam

» ISLAM: Palsu, Maut, Tak Akan Tobat, Amburadul
Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran. EmptySun 07 May 2023, 9:50 am by MANTAN KADRUN

Gallery


Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran. Empty
MILIS MURTADIN_KAFIRUN
MURTADIN KAFIRUNexMUSLIM INDONESIA BERJAYA12 Oktober Hari Murtad Dari Islam Sedunia

Kami tidak memfitnah, tetapi menyatakan fakta kebenaran yang selama ini selalu ditutupi oleh muslim untuk menyembunyikan kebejatan nabinya

Menyongsong Punahnya Islam

Wadah syiar Islam terlengkap & terpercaya, mari sebarkan selebaran artikel yang sesungguhnya tentang si Pelacur Alloh Swt dan Muhammad bin Abdullah yang MAHA TERKUTUK itu ke dunia nyata!!!!
 

Kebrutalan dan keberingasan muslim di seantero dunia adalah bukti bahwa Islam agama setan (AJARAN JAHAT,BUAS,BIADAB,CABUL,DUSTA).  Tuhan (KEBENARAN) tidak perlu dibela, tetapi setan (KEJAHATAN) perlu mendapat pembelaan manusia agar dustanya terus bertahan

Subscribe to MURTADIN_KAFIRUN

Powered by us.groups.yahoo.com

Who is online?
In total there are 136 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 136 Guests :: 2 Bots

None

[ View the whole list ]


Most users ever online was 354 on Wed 26 May 2010, 4:49 pm
RSS feeds


Yahoo! 
MSN 
AOL 
Netvibes 
Bloglines 


Social bookmarking

Social bookmarking reddit      

Bookmark and share the address of MURTADINKAFIRUN on your social bookmarking website

Bookmark and share the address of MURTADIN_KAFIRUN on your social bookmarking website


Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran.

Go down

Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran. Empty Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran.

Post by benarkah Thu 24 Jun 2010, 1:46 pm

AlKitab/Bible Mampu, Tetapi


Al Qur'an Tidak Mampu Tahan Uji,


Menurut Pengakuan Tokoh-tokoh Islam


Salah satu dasar
keyakinan Kristen terhadap keaslian semua teks Alkitab adalah kemampuannya
tahan uji selama 2000 tahun terhadap semua lawannya. Sebaliknya, Al-Qur'an
dipastikan akan hancur kalau diuji dengan kriteria yang sama.
Ternyata
Alkitab adalah Firman Allah yang diturunkan - pasti, diuji dan lulus. Sama
nyata adalah fakta bahwa Al Qur'an hanya karangan seorang untuk suku bangsanya
sendiri yang tidak mampu tahan uji kalau keasliannya dites (diuji).

Pengaruh Metodologi Bibel Terhadap Studi Alquran
Laporan : Adnin Armas, Republika 29 November 2004


Para Orientalis dan pujangga ilmiah
keislaman seperti Ignaz Goldziher (m. 1921), mantan mahasiwa al-Azhar, Mesir,
Theodor Noldeke (m. 1930), Friedrich Schwally (m. 1919), Edward Sell (m. 1932),
Gotthelf Bergstresser (m.1933), Leone Caentani (m. 1935), Alphonse Mingana (m.
1937), Otto Pretzl (m. 1941), Arthur Jeffery (m. 1959), John Wansbrough (m. 2002)
dan muridnya Prof Andrew Rippin, serta Christoph Luxenberg (nama samaran), dan
masih banyak lagi yang lain, membawa pandangan hidup mereka (world view)
ketika mengkaji Islam.


Mereka mengadopsi metodologi Bibel
ketika mengkaji al-Quran. Pendeta Edward Sell, misalnya, menyeru sekaligus
mendesak agar kajian terhadap historisitas al-Quran dilakukan. Menurutnya,
kajian kritis-historis al-Quran tersebut perlu menggunakan metodologi analisa
bibel (biblical criticism). Untuk merealisasikan gagasannya, ia menggunakan
metodologi higher criticism dalam bukunya Historical Development of the
Quran
, yang diterbitkan pada tahun 1909 di Madras, India.


Senada dengan
Pendeta Edward Sell, Pendeta Alphonse Mingana di awal-awal artikelnya
menyatakan bahwa:


"Sudah
tiba masanya untuk melakukan kritik teks terhadap al-Quran
sebagaimana
telah kita lakukan terhadap Bibel Yahudi yang berbahasa Ibrani-Aramaik dan
kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani."


Alphonse Mingana,
Syriac Influence on the Style of the Kur'an, Manchester Bulletin 11:
1927.


Noldeke,
Schwally, Bergstresser, dan Pretzl bekerja sama menulis buku Geschichte des
Qorans (Sejarah al-Quran). Buku yang menggunakan metodologi Bibel ini, mereka
tulis selama 68 tahun sejak edisi pertama dan selama 40 tahun sejak diusulkannya
edisi kedua. Hasilnya, sampai saat ini, Geschichte des Qorans menjadi
karya standar bagi para orientalis khususnya dalam sejarah kritis gubahan dan
penyusunan al-Quran.


Seirama dengan
yang lain, Arthur Jeffery mengatakan:


"Kita
memerlukan tafsir kritis yang mencontoh karya yang telah dilakukan oleh
orientalis modern sekaligus menggunakan metode-metode penelitian kritis
modern untuk tafsir al-Quran.
"


(Arthur Jeffery, Progress
in the Study of the Quran Text
, The Moslem World 25: 1935).


Jeffery selanjutnya
menumpukan hasratnya untuk membuat tafsir-kritis al-Quran. Salah satu caranya
dengan membuat kamus al-Quran. Menurutnya, karya-karya tafsir selama ini tidak
banyak memuat mengenai kosa kata teknis di dalam al-Quran. Menurutnya lagi,
para mufasir dari kalangan Muslim, masih lebih banyak yang tertarik untuk
menafsirkan masih dalam ruang lingkup hukum dan teologi dibanding untuk
menemukan makna asal (original meaning) dari ayat-ayat al-Quran.


Merealisasikan
impiannya, pada tahun 1925-1926, ia mengkaji dengan serius kosa-kata asing di
dalam al-Quran. Hasilnya, ia menulis buku The Foreign Vocabulary of the
Quran
(Pengaruh Kosa-Kata Asing di dalam al-Quran),
Baroda: Oriental Institute, 1938). Ia berharap kajian tersebut bisa dijadikan
kamus al-Quran, sebagaimana kamus Milligan-Moulton, sebuah kamus untuk
Perjanjian Baru (The New Testament).


Tidak berhenti
dengan kajian filologis (philological study), Jeffery juga mengadopsi analisa
teks (textual criticism) untuk mengkaji segala aspek yang berkaitan
dengan teks al-Quran. Tujuannya untuk menetapkan akurasi teks al-Quran. Analisa
teks melibatkan dua proses, yaitu revisi (recension) dan amandemen (emendation).
Merevisi/recension adalah memilih, setelah memeriksa segala
material yang tersedia dari bukti yang paling dapat dipercaya, yang menjadi
dasar kepada sebuah teks. Amandemen adalah menghapuskan
kesalahan-kesalahan yang ditemukan sekalipun di dalam manuskrip-manuskrip yang
terbaik.


Jeffery telah
mendapati, sejarah teks (textual history) al-Quran sangat problematis
(bermasalah) karena secara hakiki, tidak ada satupun dari ortografi naskah
al-Quran asli dulu yang masih ada pada hari ini
(sejak ratusan tahun yang
telah berlalu).


Tidak
ada naskah al-Quran yang ada saat ini, yang tidak berubah.

Sekalipun perubahan naskah itu alasannya demi kebaikan, namun tetap saja,
menurut Jeffery, wajah teks asli sudah berubah.


Manuskrip-manuskrip
awal al-Quran, misalnya, tidak memiliki titik dan baris dan ditulis dengan khat
Kufi yang sangat berbeda dengan tulisan yang saat ini digunakan.


Jadi, menurut
Jeffery, modernisasi tulisan dan ortografi, yang melengkapi teks dengan tanda
titik dan baris, sekalipun memiliki tujuan yang baik, namun telah merusak teks
asli. Teks yang diterima (textus receptus) saat ini, bukan fax dari al-Quran
yang pertama kali.


Namun, ia adalah
teks yang merupakan hasil dari berbagai proses perubahan ketika periwayatannya
berlangsung dari generasi ke generasi di dalam komunitas masyarakat. (Arthur
Jeffery, The Quran as Scripture, New York: R. F. Moore: 1952).


Dalam pandangan
Jeffery, tindakan masyarakat (the action of community) yang menyebabkan
sebuah kitab itu dianggap suci. Fenomena ini, menurutnya, terjadi di dalam
komunitas lintas agama. Komunitas Kristen (Christian community),
misalnya, memilih 4 dari sekian banyak Gospel, mengumpulkan sebuah korpus yang
terdiri dari 21 Surat (Epistles), dan menggabungkan dengan Perbuatan-Perbuatan
(Acts) dan Apokalipse, yang semua itu membentuk Perjanjian Baru (New
Testament).


Ini sama halnya,
menurut Jeffery, dengan


o penduduk Kufah
yang menganggap mushaf 'Abdullah ibn Mas'ud sebagai al-Quran edisi mereka (their
recension of the Quran
),
o penduduk Basra dengan mushaf Abu Musa,
o penduduk Damaskus dengan mushaf Miqdad ibn al-Aswad, dan
o penduduk Syiria dengan mushaf Ubay.


Bagaimanapun,
mushaf-mushaf tersebut lagi-lagi paralel sekali dengan sikap masing-masing
pusat-pusat gereja terdahulu yang masing-masing menetapkan sendiri beragam
variasi teks di dalam Perjanjian Baru. Teks Perjanjian Baru memiliki berbagai
versi seperti teks Alexandria (Alexandrian text), teks Netral (Neutral
text
), teks Barat (Western text), dan teks Kaisarea (Caesarean
text
). Masing-masing teks tersebut memiliki varian bacaan tersendiri.


Melanjutkan
analisisnya, Jeffery berpendapat mushaf-mushaf tersebut merupakan bagian dari
mushaf-mushaf tandingan (rival codices) terhadap mushaf Usmani. Ia
kemudian berkolaborasi dengan Bergstresser, guru Joseph Schacht merancang untuk
membuat al-Quran edisi kritis (a critical edition of the Quran).


Dua
Ilmuan Islam: Mohammed Arkoun dan Nasr Hamid

Dalam perkembangannya, metodologi tersebut juga sudah diterapkan oleh sebagian
pemikir Muslim. Mohammed Arkoun, misalnya, sangat menyayangkan jika sarjana
Muslim tidak mau mengikuti jejak kaum Yahudi-Kristen. Dia menyatakan:


"Sayang
sekali bahwa kritik-kritik filsafat tentang teks-teks suci -- yang telah
digunakan kepada Bibel Ibrani dan Perjanjian Baru, sekalipun tanpa menghasilkan
konsekuensi negatif untuk ide wahyu --terus ditolak oleh pendapat kesarjanaan
Muslim."


Mohammed Arkoun, Rethinking
Islam: Common Questions, Uncommon Answers.
London: Saqi Books, 2002


Dia
juga menegaskan bahwa studi al-Quran sangat ketinggalan dibanding dengan
studi Bibel (Al-Kitab)
("Quranic
studies lag considerably behind Biblical studies to which they must be
compared
"
). (Mohammed Arkoun, The Unthought in Contemporary
Islamic Thought
, London: Saqi Books, 2002).


Menurut Arkoun,
metodologi John Wansbrough, memang sesuai dengan apa yang selama ini ingin dia
kembangkan. Dalam pandangan Arkoun, intervensi ilmiah Wansborugh cocok dengan framework
yang dia usulkan. Framework tersebut memberikan prioritas kepada metode-metode
analisa sastra yang, seperti bacaan antropologis-historis, menggiring kepada
pertanyaan-pertanyaan dan sebuah refleksi yang bagi kaum fundamentalis saat ini
tidak terbayangkan. (Mohammed Arkoun, Contemporay Critical Practices and the
Quran
, di dalam Encyclopaedia of the Quran, Editor Jane Dammen
McAuliffe, Leiden: Brill, 2001).


Padahal John
Wansbrough, yang menerapkan analisa Bibel, yaitu form criticism dan redaction
criticism
kepada al-Quran, menyimpulkan bahwa teks al-Quran yang tetap
ada baru ada setelah 200 tahun wafatnya Rasulullah (Muhammad).

Menurut John Wansbrough lagi, riwayat-riwayat mengenai al-Quran versi Usman adalah
sebuah fiksi yang muncul kemudian, direkayasa oleh komunitas Muslim supaya
asal-muasal al-Quran dapat dilacak ke Hijaz
(Issa J Boullata, Book
Reviews: Qur'anic Studies: Sources and Methods of Scriptural Interpretation,
The Muslim World 67: 1977).


Menurut Arkoun,
kaum Muslimin menolak pendekatan kritis-historis al-Quran karena nuansa politis
dan psikologis. Politis karena mekanisme demokratis masih belum berlaku, dan
psikologis karena kegagalan pandangan muktazilah mengenai kemakhlukan al-Quran.
Padahal, menurut Arkoun, mushaf Usmani tidak lain hanyalah hasil sosial dan
budaya masyarakat yang kemudian dijadikan ''tak terpikirkan'' dan makin menjadi
''tak terpikirkan'' karena kekuatan dan pemaksaan penguasa resmi.
Ia
mengajukan istilah untuk menyebut mushaf Usmani sebagai ''mushaf resmi tertutup
(closed official corpus)". (Mohammed Arkoun, Rethinking Islam
Today
di dalam Mapping Islamic Studies, Editor Azim Nanji).


Dalam pandangan
Mohammed Arkoun, apa yang dilakukannya sama dengan apa yang diusahakan oleh
Nasr Hamid Abu Zayd, seorang intelektual asal Mesir. Arkoun menyayangkan sikap
para ulama Mesir yang menghakimi Nasr Hamid. Padahal metodologi Nasr Hamid memang
sangat layak
untuk diaplikasikan kepada al-Quran.



Nasr Hamid
berpendapat bahwa al-Quran sebagai sebuah teks dapat dikaji dan ditafsirkan
bukan hanya oleh kaum Muslim, tapi juga oleh Kristen maupun ateis.


Al-Quran
adalah teks linguistik-historis-manusiawi. Ia adalah hasil budaya Arab.



Adopsi sarjana
Muslim terhadap metodologi Bible terhadap al-Quran sangat disayangkan. Jika
adopsi ini diamini, maka hasilnya fatal sekali. Otentisitas
(kesahihan) al-Quran sebagai kalam Allah akan tergugat.


Al-Quran
akan diperlakukan sama dengan teks-teks yang lain.



Ia akan menjadi
teks historis, padahal sebenarnya (menurut iman & kepercayaan Muslim saja)
ia adalah "Tanzil". Ia jelas berbeda dengan sejarah Bible.
Sumbernya juga berbeda. Setting sosial dan budaya juga berbeda. Bahkan
bahasa asli Bibel sudah tidak banyak lagi digunakan oleh penganut Kristen.
Sangat berbeda dengan kaum Muslimin, yang dari dulu telah, sekarang masih, dan
akan datang terus membaca dan menghapal al-Quran dalam bahasa Arab. Oleh sebab
itu, mengadopsi metodologi Bibel terhadap al-Quran adalah adopsi dan metodologi
yang orang Islam anggapi dan akui sebagai salah kaprah.


Penulisnya ialah
Kandidat Doktor di ISTAC-IIUM, Kuala Lumpur


Source: Republika
Online, Juga paparan di Indonesia Watch dengan seizinnya.


Selasa, 30
November 2004.

benarkah
RED MEMBERS
RED MEMBERS

Number of posts : 33
Reputation : 0
Points : 5130
Registration date : 2010-06-15

Back to top Go down

Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran. Empty Re: Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran.

Post by Guest Thu 24 Jun 2010, 3:39 pm

benarkah wrote:AlKitab/Bible Mampu, Tetapi


Al Qur'an Tidak Mampu Tahan Uji,


Menurut Pengakuan Tokoh-tokoh Islam


Salah satu dasar
keyakinan Kristen terhadap keaslian semua teks Alkitab adalah kemampuannya
tahan uji selama 2000 tahun terhadap semua lawannya. Sebaliknya, Al-Qur'an
dipastikan akan hancur kalau diuji dengan kriteria yang sama.
Ternyata
Alkitab adalah Firman Allah yang diturunkan - pasti, diuji dan lulus. Sama
nyata adalah fakta bahwa Al Qur'an hanya karangan seorang untuk suku bangsanya
sendiri yang tidak mampu tahan uji kalau keasliannya dites (diuji).

Pengaruh Metodologi Bibel Terhadap Studi Alquran
Laporan : Adnin Armas, Republika 29 November 2004


Para Orientalis dan pujangga ilmiah
keislaman seperti Ignaz Goldziher (m. 1921), mantan mahasiwa al-Azhar, Mesir,
Theodor Noldeke (m. 1930), Friedrich Schwally (m. 1919), Edward Sell (m. 1932),
Gotthelf Bergstresser (m.1933), Leone Caentani (m. 1935), Alphonse Mingana (m.
1937), Otto Pretzl (m. 1941), Arthur Jeffery (m. 1959), John Wansbrough (m. 2002)
dan muridnya Prof Andrew Rippin, serta Christoph Luxenberg (nama samaran), dan
masih banyak lagi yang lain, membawa pandangan hidup mereka (world view)
ketika mengkaji Islam.


Mereka mengadopsi metodologi Bibel
ketika mengkaji al-Quran. Pendeta Edward Sell, misalnya, menyeru sekaligus
mendesak agar kajian terhadap historisitas al-Quran dilakukan. Menurutnya,
kajian kritis-historis al-Quran tersebut perlu menggunakan metodologi analisa
bibel (biblical criticism). Untuk merealisasikan gagasannya, ia menggunakan
metodologi higher criticism dalam bukunya Historical Development of the
Quran
, yang diterbitkan pada tahun 1909 di Madras, India.


Senada dengan
Pendeta Edward Sell, Pendeta Alphonse Mingana di awal-awal artikelnya
menyatakan bahwa:


"Sudah
tiba masanya untuk melakukan kritik teks terhadap al-Quran
sebagaimana
telah kita lakukan terhadap Bibel Yahudi yang berbahasa Ibrani-Aramaik dan
kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani."


Alphonse Mingana,
Syriac Influence on the Style of the Kur'an, Manchester Bulletin 11:
1927.


Noldeke,
Schwally, Bergstresser, dan Pretzl bekerja sama menulis buku Geschichte des
Qorans (Sejarah al-Quran). Buku yang menggunakan metodologi Bibel ini, mereka
tulis selama 68 tahun sejak edisi pertama dan selama 40 tahun sejak diusulkannya
edisi kedua. Hasilnya, sampai saat ini, Geschichte des Qorans menjadi
karya standar bagi para orientalis khususnya dalam sejarah kritis gubahan dan
penyusunan al-Quran.


Seirama dengan
yang lain, Arthur Jeffery mengatakan:


"Kita
memerlukan tafsir kritis yang mencontoh karya yang telah dilakukan oleh
orientalis modern sekaligus menggunakan metode-metode penelitian kritis
modern untuk tafsir al-Quran.
"


(Arthur Jeffery, Progress
in the Study of the Quran Text
, The Moslem World 25: 1935).


Jeffery selanjutnya
menumpukan hasratnya untuk membuat tafsir-kritis al-Quran. Salah satu caranya
dengan membuat kamus al-Quran. Menurutnya, karya-karya tafsir selama ini tidak
banyak memuat mengenai kosa kata teknis di dalam al-Quran. Menurutnya lagi,
para mufasir dari kalangan Muslim, masih lebih banyak yang tertarik untuk
menafsirkan masih dalam ruang lingkup hukum dan teologi dibanding untuk
menemukan makna asal (original meaning) dari ayat-ayat al-Quran.


Merealisasikan
impiannya, pada tahun 1925-1926, ia mengkaji dengan serius kosa-kata asing di
dalam al-Quran. Hasilnya, ia menulis buku The Foreign Vocabulary of the
Quran
(Pengaruh Kosa-Kata Asing di dalam al-Quran),
Baroda: Oriental Institute, 1938). Ia berharap kajian tersebut bisa dijadikan
kamus al-Quran, sebagaimana kamus Milligan-Moulton, sebuah kamus untuk
Perjanjian Baru (The New Testament).


Tidak berhenti
dengan kajian filologis (philological study), Jeffery juga mengadopsi analisa
teks (textual criticism) untuk mengkaji segala aspek yang berkaitan
dengan teks al-Quran. Tujuannya untuk menetapkan akurasi teks al-Quran. Analisa
teks melibatkan dua proses, yaitu revisi (recension) dan amandemen (emendation).
Merevisi/recension adalah memilih, setelah memeriksa segala
material yang tersedia dari bukti yang paling dapat dipercaya, yang menjadi
dasar kepada sebuah teks. Amandemen adalah menghapuskan
kesalahan-kesalahan yang ditemukan sekalipun di dalam manuskrip-manuskrip yang
terbaik.


Jeffery telah
mendapati, sejarah teks (textual history) al-Quran sangat problematis
(bermasalah) karena secara hakiki, tidak ada satupun dari ortografi naskah
al-Quran asli dulu yang masih ada pada hari ini
(sejak ratusan tahun yang
telah berlalu).


Tidak
ada naskah al-Quran yang ada saat ini, yang tidak berubah.

Sekalipun perubahan naskah itu alasannya demi kebaikan, namun tetap saja,
menurut Jeffery, wajah teks asli sudah berubah.


Manuskrip-manuskrip
awal al-Quran, misalnya, tidak memiliki titik dan baris dan ditulis dengan khat
Kufi yang sangat berbeda dengan tulisan yang saat ini digunakan.


Jadi, menurut
Jeffery, modernisasi tulisan dan ortografi, yang melengkapi teks dengan tanda
titik dan baris, sekalipun memiliki tujuan yang baik, namun telah merusak teks
asli. Teks yang diterima (textus receptus) saat ini, bukan fax dari al-Quran
yang pertama kali.


Namun, ia adalah
teks yang merupakan hasil dari berbagai proses perubahan ketika periwayatannya
berlangsung dari generasi ke generasi di dalam komunitas masyarakat. (Arthur
Jeffery, The Quran as scripture, New York: R. F. Moore: 1952).


Dalam pandangan
Jeffery, tindakan masyarakat (the action of community) yang menyebabkan
sebuah kitab itu dianggap suci. Fenomena ini, menurutnya, terjadi di dalam
komunitas lintas agama. Komunitas Kristen (Christian community),
misalnya, memilih 4 dari sekian banyak Gospel, mengumpulkan sebuah korpus yang
terdiri dari 21 Surat (Epistles), dan menggabungkan dengan Perbuatan-Perbuatan
(Acts) dan Apokalipse, yang semua itu membentuk Perjanjian Baru (New
Testament).


Ini sama halnya,
menurut Jeffery, dengan


o penduduk Kufah
yang menganggap mushaf 'Abdullah ibn Mas'ud sebagai al-Quran edisi mereka (their
recension of the Quran
),
o penduduk Basra dengan mushaf Abu Musa,
o penduduk Damaskus dengan mushaf Miqdad ibn al-Aswad, dan
o penduduk Syiria dengan mushaf Ubay.


Bagaimanapun,
mushaf-mushaf tersebut lagi-lagi paralel sekali dengan sikap masing-masing
pusat-pusat gereja terdahulu yang masing-masing menetapkan sendiri beragam
variasi teks di dalam Perjanjian Baru. Teks Perjanjian Baru memiliki berbagai
versi seperti teks Alexandria (Alexandrian text), teks Netral (Neutral
text
), teks Barat (Western text), dan teks Kaisarea (Caesarean
text
). Masing-masing teks tersebut memiliki varian bacaan tersendiri.


Melanjutkan
analisisnya, Jeffery berpendapat mushaf-mushaf tersebut merupakan bagian dari
mushaf-mushaf tandingan (rival codices) terhadap mushaf Usmani. Ia
kemudian berkolaborasi dengan Bergstresser, guru Joseph Schacht merancang untuk
membuat al-Quran edisi kritis (a critical edition of the Quran).


Dua
Ilmuan Islam: Mohammed Arkoun dan Nasr Hamid

Dalam perkembangannya, metodologi tersebut juga sudah diterapkan oleh sebagian
pemikir Muslim. Mohammed Arkoun, misalnya, sangat menyayangkan jika sarjana
Muslim tidak mau mengikuti jejak kaum Yahudi-Kristen. Dia menyatakan:


"Sayang
sekali bahwa kritik-kritik filsafat tentang teks-teks suci -- yang telah
digunakan kepada Bibel Ibrani dan Perjanjian Baru, sekalipun tanpa menghasilkan
konsekuensi negatif untuk ide wahyu --terus ditolak oleh pendapat kesarjanaan
Muslim."


Mohammed Arkoun, Rethinking
Islam: Common Questions, Uncommon Answers.
London: Saqi Books, 2002


Dia
juga menegaskan bahwa studi al-Quran sangat ketinggalan dibanding dengan
studi Bibel (Al-Kitab)
("Quranic
studies lag considerably behind Biblical studies to which they must be
compared
"
). (Mohammed Arkoun, The Unthought in Contemporary
Islamic Thought
, London: Saqi Books, 2002).


Menurut Arkoun,
metodologi John Wansbrough, memang sesuai dengan apa yang selama ini ingin dia
kembangkan. Dalam pandangan Arkoun, intervensi ilmiah Wansborugh cocok dengan framework
yang dia usulkan. Framework tersebut memberikan prioritas kepada metode-metode
analisa sastra yang, seperti bacaan antropologis-historis, menggiring kepada
pertanyaan-pertanyaan dan sebuah refleksi yang bagi kaum fundamentalis saat ini
tidak terbayangkan. (Mohammed Arkoun, Contemporay Critical Practices and the
Quran
, di dalam Encyclopaedia of the Quran, Editor Jane Dammen
McAuliffe, Leiden: Brill, 2001).


Padahal John
Wansbrough, yang menerapkan analisa Bibel, yaitu form criticism dan redaction
criticism
kepada al-Quran, menyimpulkan bahwa teks al-Quran yang tetap
ada baru ada setelah 200 tahun wafatnya Rasulullah (Muhammad).

Menurut John Wansbrough lagi, riwayat-riwayat mengenai al-Quran versi Usman adalah
sebuah fiksi yang muncul kemudian, direkayasa oleh komunitas Muslim supaya
asal-muasal al-Quran dapat dilacak ke Hijaz
(Issa J Boullata, Book
Reviews: Qur'anic Studies: Sources and Methods of scriptural Interpretation,
The Muslim World 67: 1977).


Menurut Arkoun,
kaum Muslimin menolak pendekatan kritis-historis al-Quran karena nuansa politis
dan psikologis. Politis karena mekanisme demokratis masih belum berlaku, dan
psikologis karena kegagalan pandangan muktazilah mengenai kemakhlukan al-Quran.
Padahal, menurut Arkoun, mushaf Usmani tidak lain hanyalah hasil sosial dan
budaya masyarakat yang kemudian dijadikan ''tak terpikirkan'' dan makin menjadi
''tak terpikirkan'' karena kekuatan dan pemaksaan penguasa resmi.
Ia
mengajukan istilah untuk menyebut mushaf Usmani sebagai ''mushaf resmi tertutup
(closed official corpus)". (Mohammed Arkoun, Rethinking Islam
Today
di dalam Mapping Islamic Studies, Editor Azim Nanji).


Dalam pandangan
Mohammed Arkoun, apa yang dilakukannya sama dengan apa yang diusahakan oleh
Nasr Hamid Abu Zayd, seorang intelektual asal Mesir. Arkoun menyayangkan sikap
para ulama Mesir yang menghakimi Nasr Hamid. Padahal metodologi Nasr Hamid memang
sangat layak
untuk diaplikasikan kepada al-Quran.



Nasr Hamid
berpendapat bahwa al-Quran sebagai sebuah teks dapat dikaji dan ditafsirkan
bukan hanya oleh kaum Muslim, tapi juga oleh Kristen maupun ateis.


Al-Quran
adalah teks linguistik-historis-manusiawi. Ia adalah hasil budaya Arab.



Adopsi sarjana
Muslim terhadap metodologi Bible terhadap al-Quran sangat disayangkan. Jika
adopsi ini diamini, maka hasilnya fatal sekali. Otentisitas
(kesahihan) al-Quran sebagai kalam Allah akan tergugat.


Al-Quran
akan diperlakukan sama dengan teks-teks yang lain.



Ia akan menjadi
teks historis, padahal sebenarnya (menurut iman & kepercayaan Muslim saja)
ia adalah "Tanzil". Ia jelas berbeda dengan sejarah Bible.
Sumbernya juga berbeda. Setting sosial dan budaya juga berbeda. Bahkan
bahasa asli Bibel sudah tidak banyak lagi digunakan oleh penganut Kristen.
Sangat berbeda dengan kaum Muslimin, yang dari dulu telah, sekarang masih, dan
akan datang terus membaca dan menghapal al-Quran dalam bahasa Arab. Oleh sebab
itu, mengadopsi metodologi Bibel terhadap al-Quran adalah adopsi dan metodologi
yang orang Islam anggapi dan akui sebagai salah kaprah.


Penulisnya ialah
Kandidat Doktor di ISTAC-IIUM, Kuala Lumpur


Source: Republika
Online, Juga paparan di Indonesia Watch dengan seizinnya.


Selasa, 30
November 2004.


Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran. Yesus-penampakan-disambar-petir

Yesus Touchdown Hangus Tersambar Petir, Amerika Rugi 10 Miliar



OHIO (voa-islam.com) –
Patung Yesus Raja Segala Raja yang menjadi lambagn kota Ohio yang
berdiri di di depan Gereja Evangelical Solid Rock, tersambar petir
hingga hangus terbakar. Fenomena apakah ini?

Patung Yesus Kristus yang tingginya
setara gedung berlantai enam tersambar petir dan terbakar habis. Bagian
yang tersisa hanyalah kerangka baja yang hangus dan sisa-sisa bangunan.

Seperti diberitakan Associated Press,
patung “The King of Kings” (Raja Segala Raja) itu merupakan ikon kota
Ohio Barat Daya, Amerika Serikat, yang telah berdiri sejak 2004 di
depan Gereja Evangelical Solid Rock, sebelah utara Cincinnati.

“Petir itu menyambar pada hari Senin,
14 Juni 2010, sekitar pukul 11.15 malam waktu setempat,” kata anggota
polisi wilayah Monroe, Ohio.

Patung setengah badan setinggi sekitar
19 meter dengan lebar 12 meter itu dijuluki “Touchdown Jesus”. Julukan
itu diberikan warga setempat karena posisi tangan Yesus yang menengadah
mirip seorang wasit yang memberikan kode touchdown pada pertandingan football Amerika.

Rangka patung terbuat dari baja. Sedangkan bagian tubuhnya dibentuk dari busa plastik dan bahan fiberglass.

Dilaporkan, api berkobar dalam tempo
yang singkat. Tapi nyaris saja api meludeskan gedung pertunjukan dan
gereja yang lokasinya sangat berdekatan. Percikan api sempat membakar
bagian atap gedung itu.


...Patung Yesus Kristus yang tingginya
setara gedung berlantai enam tersambar petir dan terbakar habis. Bagian
yang tersisa hanyalah kerangka baja yang hangus...

“Tidak ada korban luka dalam peristiwa ini,” kata kepala polisi Mark Neu.

Kendati demikian, nilai kerugian dari
hangusnya patung lambang Ohio itu ditaksir mencapai Rp6,4 miliar.
Sedangkan kerugian untuk atap gedung mencapai sekitar Rp3,6 miliar.

Gereja ini memiliki anggota sekitar
4.000 orang dan dibangun oleh pria yang pernah menjadi pedagang kuda,
Lawrence Bishop bersama istrinya.

Pengakuan Tokoh - tokoh Islam Terhadap quran. Yesus-terbakar

Berita ini adalah tamparan bagi
kalangan kristiani yang gampang meyakini fenomena “penampakan Yesus”
sebagai kuasa Tuhan. Seperti kejadian bulan Maret yang lalu, publik
Kristiani merasa heboh dengan penampakan Yesus di wajan penggorengan
babi yang hangus.

Peristiwa dialami oleh Toby Elles (22), warga Lancaster Inggris,
yang tertidur ketika menggoreng daging babi. Ketika ia terbangun,
daging babi itu sudah hangus. Ketika daging diangkat, wajan
penggorengan nampak gambar siluet menyerupai wajah Yesus. Umat Kristen
pun heboh dan meyakininya sebagai “Kuasa Ilahi” dan “penampakan” Yesus
di atas penggorengan babi.
Ketika penggorengan babi muncul noda
hitam bekas hangusnya daging babi yang menyerupai wajah Yesus, mereka
mengimani sebagai “Kuasa Ilahi” dan “Penampakan tuhan Yesus.” Sekarang,
ketika patung Yesus hangus tersambar petir, apakah fenomena tersebut
diyakini sebagai Kuasa Ilahi yang membakar patung Yesus yang mereka
pertuhankan?

NI YANG LEBIH JELAS....

http://www.voa-islam.com/islamia/christology/2010/06/16/7183/yesus-touchdown-hangus-tersambar-petiramerika-rugi-10-miliar/
Anonymous
Guest
Guest


Back to top Go down

Back to top

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum