Similar topics
Latest topics
Most Viewed Topics
Most active topic starters
kuku bima | ||||
admin | ||||
kermit katak lucu | ||||
hamba tuhan | ||||
feifei_fairy | ||||
paulusjancok | ||||
agus | ||||
gusti_bara | ||||
Muslim binti Muskitawati | ||||
Bejat |
Most active topics
MILIS MURTADIN_KAFIRUN
MURTADIN KAFIRUNexMUSLIM INDONESIA BERJAYA12 Oktober Hari Murtad Dari Islam Sedunia Menyongsong Punahnya Islam
Wadah syiar Islam terlengkap & terpercaya, mari sebarkan selebaran artikel yang sesungguhnya tentang si Pelacur Alloh Swt dan Muhammad bin Abdullah yang MAHA TERKUTUK itu ke dunia nyata!!!!
Who is online?
In total there are 42 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 42 Guests :: 1 BotNone
Most users ever online was 354 on Wed 26 May 2010, 4:49 pm
Social bookmarking
Bookmark and share the address of MURTADINKAFIRUN on your social bookmarking website
Bookmark and share the address of MURTADIN_KAFIRUN on your social bookmarking website
Kisah Kasih sepasang GAY menikah di Gereja Katolik Roma Santo Yosep
3 posters
Page 1 of 1
Kisah Kasih sepasang GAY menikah di Gereja Katolik Roma Santo Yosep
Dalam resepsi yang cukup meriah itu, hadir sekitar 400 tamu undangan.
Mereka kebanyakan rekan bisnis dan kenalan dekat kedua mempelai, serta
teman sesama gay. Sedangkan dari sanak keluarga tak terlalu banyak yang
hadir. Dari tujuh kakaknya, hanya lima orang yang sudi datang ke pesta
perkawinan. Sisanya absen karena tak bisa menerima langkah si bungsu
yang dianggapnya telah menyimpang dari ajaran Katolik, agama yang dianut
keluarga sederhana ini.
Bahkan Jasmani, kakak iparnya, yang diminta memberi sambutan
mewakili keluarga, urung datang. Ia merasa tak punya rangkaian kata yang
pas untuk disampaikan. "Aku suruh ngomong apa?" katanya. Adapun
orangtua Philip, Tugiman Sastro dan Waringah, keduanya sudah meninggal.
Kisah kasih pasangan gay ini cukup panjang dan berliku. Awal cerita
bertepatan dengan keruntuhan rezim Soeharto. Kala itu, Mei 1998, Wim
yang bekerja sebagai wartawan di NOS News Television, sebuah stasiun
televisi swasta di Negeri Belanda, bertugas meliput aksi demo di
Jakarta. Usai menunaikan tugasnya, Wim diajak koleganya, Vincent yang
juga jurnalis, berkunjung ke Yogyakarta. Kebetulan, ketika itu ada
Sekatenan di alun-alun Yogyakarta. Di tengah hiruk-pikuk pesta rakyat
tahunan inilah kedua pasangan itu berkenalan.
Philip, yang mengaku mulai "meletek" --istilah bagi gay yang mulai
terjun ke dunianya-- sejak duduk di bangku sekolah menengah umum,
langsung mengangguk ketika Wim mengajak kencan. Selama dua hari pasangan
anyar ini pelesiran ke berbagai tempat wisata di kota gudeg. Namun,
pertemuan itu belum mengarah serius. Hubungan di antara keduanya putus
begitu saja kala Wim harus kembali ke tanah airnya. "Dunia gay itu dunia
yang gonta-ganti pasangan. Jadi, ketika itu tidak saya follow up-i,"
kata lelaki yang sempat tiga tahun bekerja pada sebuah salon kecantikan
di kawasan Cemorojajar, Yogya, ini.
Pertautan keduanya kembali nyambung kala Wim datang lagi ke
Indonesia untuk berlibur, pada tahun 2000. Itu pun lewat upaya pencarian
cukup alot. Untuk bisa kembali menemukan Philip, Londo berkepala botak
ini sempat menelusuri beberapa tempat mangkal gay di Yogya. Toh, semua
gay yang ditemuinya dan ditanya tak satu pun yang kenal Philip. Rupanya
naluri jurnalis Wim muncul. Lewat sohib Philip di Solo, Wim berhasil
melacak keberadaan Philip. Dari sang sobat, Wim mendapatkan nomor ponsel
Philip. Ketika itu, yang diuber sedang di Bali.
Wim, yang sudah ngebet ingin melepas kangen, langsung menyusul.
Kencan babak kedua pun berlangsung di Pulau Dewata selama sebulan. "Kami
bisa menemukan kebahagiaan kembali," kata Wim. Sejak itulah hubungan
mereka makin serius. Philip sempat melakukan kunjungan balasan ke
Belanda, Februari 2001. Tiga bulan kemudian, Wim mulai berani
menyambangi rumah Philip di Jedigan, sekaligus menyatakan akan menikahi
Philip. Di sinilah, sebelum hasrat ini terwujud, jalan berliku harus
dilewati keduanya.
Selama penjajakan, Wim harus enam kali bolak balik Yogya-Belanda
untuk mendapat restu dari keluarga. Terutama lampu hijau dari keluarga
Philip yang kala itu menganggap perkawinan ini sebagai rencana tak
waras. "Rapat pleno" keluarga digelar untuk menanggapi rencana si
bungsu. Ternyata, walau Philip sudah melancarkan berbagai lobi, rapat
memutuskan: menolak.
"Bagaimanapun, saya menghendaki kamu kawin secara normal, dan punya
keturunan lazimnya banyak orang," kata Suwarti, 47 tahun, menasihati
adiknya, Philip, kala itu. Bahkan ancaman pun meluncur. Jika Philip
tetap nekat, tak satu keluarga pun akan datang, baik ketika misa
pemberkatan maupun syukuran. Maklum saja, hampir semua keluarga Philip
adalah penggiat gereja yang tahu bahwa perkawinan sejenis ditentang
ajaran agama mereka.
Toh, ancaman itu tak membuat niat Philip jadi surut. "Kalau saya
menuruti semua sedulur (saudara), keluarga besar akan bahagia. Namun,
batin saya akan menderita karena tak sesuai dengan jiwa dan hati saya,"
kata "buceri" alias bule mencat sendiri, julukan untuk Philip karena
mengecat rambutnya dengan warna merah, menimpali. Ia pun meneruskan
langkahnya. Laksana calon manten pada umumnya, laki-laki beranting di
kuping kanannya ini mengurus segala persyaratan administrasi perkawinan.
Termasuk minta surat keterangan dari Kasihono, Kepala Dusun Karangjati.
Lain Philip, lain pula Wim. Penulis cerita anak-anak ini
lancar-lancar saja mendapat restu keluarga. Termasuk dari bekas
istrinya. Alur cerita gay yang satu ini memang unik. Semula ia menjalani
kehidupan sebagai lelaki biasa dengan orientasi seks hetero. Namun,
setelah menikah, naluri gay-nya muncul. "Setelah punya anak pertama
disusul dengan anak kedua, hasrat seks dengan laki-laki lebih tinggi
ketimbang dengan perempuan," kata Wim. Tak lama kemudian, ia pun
mengakhiri perkawinan pertamanya.
Kalaupun ada ganjalan, itu terjadi ketika Wim dan Philip berbeda
pendapat dalam memilih tempat bermukim selepas perkawinan. Masing-masing
bersikukuh ingin tetap tinggal di negara asalnya. Akhirnya Wim
mengalah. "Saya senang Belanda hanya untuk rekreasi," katanya.
Kebetulan, masa kerjanya pun menjelang akhir. Wim pensiun per 1
September lalu.
Setelah segala halangan teratasi, akhirnya Philip resmi dipersunting
Wim pada 23 Juli lalu. Rangkaian acara pernikahan berlangsung khidmat
sekitar satu setengah jam. Acara dimulai dengan kumpul bareng di rumah
Wim di kota Leusden, Belanda, sebagai persiapan. Sekitar 30 orang hadir,
termasuk dua anak Wim yang datang sambil menenteng kado berupa foto
keluarga. Sedangkan Philip hanya ditemani sohibnya sesama gay, Tommy dan
Deddy, yang juga bertindak sebagai saksi.
Dari rumah Wim, selanjutnya rombongan berjalan kaki ke balai kota
yang jaraknya hanya 400 meter. Di balai kota, mereka dinikahkan secara
sipil oleh pejabat setempat, setelah sebelumnya saling memasukkan cincin
sebagai bukti ikatan mereka. Usai acara di balai kota, rombongan
kembali berjalan sejauh 500 meter menuju Gereja Katolik Roma Santo
Yosep.
Di altar utama gereja tersebut, kedua mempelai mengucapkan janji
setia yang disaksikan Pastor O. Swijnenberg. Prosesi yang berbeda dengan
perkawinan umumnya, di mana janji setia diucapkan pastor dan ditirukan
mempelai. Dalam sambutannya, pastor mengatakan bahwa ia tak akan
melakukan apa yang dilarang Gereja Katolik. Tapi, katanya, ia akan
melakukan sesuatu yang bisa dilakukannya.
Pakaian yang dikenakan kedua mempelai tak seperti pengantin umumnya.
Keduanya menggunakan setelan jas. Philip menggunakan jas warna putih
dan rompi dalam warna cokelat dengan dasi putih kotak-kotak. Sedangkan
Wim mengenakan setelan jas warna hitam dengan rompi dalam warna merah
emas serta dasi warna cokelat. "Ini gaun pilihan kami berdua," tutur
Wim.
Untuk cincin kawinnya, yang memesan adalah Philip di Yogyakarta.
Beratnya Philip lupa. Hanya bentuk keduanya sama, yakni seperti dua
cincin yang digandeng. Kata Phillip, bentuk itu sebagai simbol bahwa
mereka yang berbeda telah dipersatukan dengan cinta. Sehari setelah
perkawinan, para tamu undangan dijamu makan malam di Le Rendezvous Café
di kota itu.
Philip --bersama "suaminya", Wim-- boleh jadi adalah pionir kaum
homo di Indonesia yang melenggang ke perkawinan. Dan tak menutup
kemungkinan bakal diikuti pasangan sejenis lainnya. Paling tidak, hasrat
ini tersirat pada pasangan homo dr. Mamoto Gultom, 41 tahun, dan Hendy
M. Sahertian, 30 tahun. Keduanya telah bertunangan pada 7 November 1999,
bertepatan dengan berdirinya Yayasan Pelangi Kasih Nusantara (YPKN),
lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam pencegahan penyakit
HIV/AIDS di kalangan homoseksual.
Hanya saja, pasangan pendiri sekaligus penggiat YPKN ini berharap,
perkawinan yang diidamkan itu berlangsung di Tanah Air. Tak perlu susah
payah terbang ke Belanda. "Saya berharap, pemerintah mau menerima
pasangan seperti kami," kata Hendy. Suatu harapan yang tak mudah
terwujud, mengingat hukum perkawinan Indonesia tak mengakui pernikahan
sejenis.
=====================cut======================================Gatra
edisi 46, Jumat 26 September 2003
Mereka kebanyakan rekan bisnis dan kenalan dekat kedua mempelai, serta
teman sesama gay. Sedangkan dari sanak keluarga tak terlalu banyak yang
hadir. Dari tujuh kakaknya, hanya lima orang yang sudi datang ke pesta
perkawinan. Sisanya absen karena tak bisa menerima langkah si bungsu
yang dianggapnya telah menyimpang dari ajaran Katolik, agama yang dianut
keluarga sederhana ini.
Bahkan Jasmani, kakak iparnya, yang diminta memberi sambutan
mewakili keluarga, urung datang. Ia merasa tak punya rangkaian kata yang
pas untuk disampaikan. "Aku suruh ngomong apa?" katanya. Adapun
orangtua Philip, Tugiman Sastro dan Waringah, keduanya sudah meninggal.
Kisah kasih pasangan gay ini cukup panjang dan berliku. Awal cerita
bertepatan dengan keruntuhan rezim Soeharto. Kala itu, Mei 1998, Wim
yang bekerja sebagai wartawan di NOS News Television, sebuah stasiun
televisi swasta di Negeri Belanda, bertugas meliput aksi demo di
Jakarta. Usai menunaikan tugasnya, Wim diajak koleganya, Vincent yang
juga jurnalis, berkunjung ke Yogyakarta. Kebetulan, ketika itu ada
Sekatenan di alun-alun Yogyakarta. Di tengah hiruk-pikuk pesta rakyat
tahunan inilah kedua pasangan itu berkenalan.
Philip, yang mengaku mulai "meletek" --istilah bagi gay yang mulai
terjun ke dunianya-- sejak duduk di bangku sekolah menengah umum,
langsung mengangguk ketika Wim mengajak kencan. Selama dua hari pasangan
anyar ini pelesiran ke berbagai tempat wisata di kota gudeg. Namun,
pertemuan itu belum mengarah serius. Hubungan di antara keduanya putus
begitu saja kala Wim harus kembali ke tanah airnya. "Dunia gay itu dunia
yang gonta-ganti pasangan. Jadi, ketika itu tidak saya follow up-i,"
kata lelaki yang sempat tiga tahun bekerja pada sebuah salon kecantikan
di kawasan Cemorojajar, Yogya, ini.
Pertautan keduanya kembali nyambung kala Wim datang lagi ke
Indonesia untuk berlibur, pada tahun 2000. Itu pun lewat upaya pencarian
cukup alot. Untuk bisa kembali menemukan Philip, Londo berkepala botak
ini sempat menelusuri beberapa tempat mangkal gay di Yogya. Toh, semua
gay yang ditemuinya dan ditanya tak satu pun yang kenal Philip. Rupanya
naluri jurnalis Wim muncul. Lewat sohib Philip di Solo, Wim berhasil
melacak keberadaan Philip. Dari sang sobat, Wim mendapatkan nomor ponsel
Philip. Ketika itu, yang diuber sedang di Bali.
Wim, yang sudah ngebet ingin melepas kangen, langsung menyusul.
Kencan babak kedua pun berlangsung di Pulau Dewata selama sebulan. "Kami
bisa menemukan kebahagiaan kembali," kata Wim. Sejak itulah hubungan
mereka makin serius. Philip sempat melakukan kunjungan balasan ke
Belanda, Februari 2001. Tiga bulan kemudian, Wim mulai berani
menyambangi rumah Philip di Jedigan, sekaligus menyatakan akan menikahi
Philip. Di sinilah, sebelum hasrat ini terwujud, jalan berliku harus
dilewati keduanya.
Selama penjajakan, Wim harus enam kali bolak balik Yogya-Belanda
untuk mendapat restu dari keluarga. Terutama lampu hijau dari keluarga
Philip yang kala itu menganggap perkawinan ini sebagai rencana tak
waras. "Rapat pleno" keluarga digelar untuk menanggapi rencana si
bungsu. Ternyata, walau Philip sudah melancarkan berbagai lobi, rapat
memutuskan: menolak.
"Bagaimanapun, saya menghendaki kamu kawin secara normal, dan punya
keturunan lazimnya banyak orang," kata Suwarti, 47 tahun, menasihati
adiknya, Philip, kala itu. Bahkan ancaman pun meluncur. Jika Philip
tetap nekat, tak satu keluarga pun akan datang, baik ketika misa
pemberkatan maupun syukuran. Maklum saja, hampir semua keluarga Philip
adalah penggiat gereja yang tahu bahwa perkawinan sejenis ditentang
ajaran agama mereka.
Toh, ancaman itu tak membuat niat Philip jadi surut. "Kalau saya
menuruti semua sedulur (saudara), keluarga besar akan bahagia. Namun,
batin saya akan menderita karena tak sesuai dengan jiwa dan hati saya,"
kata "buceri" alias bule mencat sendiri, julukan untuk Philip karena
mengecat rambutnya dengan warna merah, menimpali. Ia pun meneruskan
langkahnya. Laksana calon manten pada umumnya, laki-laki beranting di
kuping kanannya ini mengurus segala persyaratan administrasi perkawinan.
Termasuk minta surat keterangan dari Kasihono, Kepala Dusun Karangjati.
Lain Philip, lain pula Wim. Penulis cerita anak-anak ini
lancar-lancar saja mendapat restu keluarga. Termasuk dari bekas
istrinya. Alur cerita gay yang satu ini memang unik. Semula ia menjalani
kehidupan sebagai lelaki biasa dengan orientasi seks hetero. Namun,
setelah menikah, naluri gay-nya muncul. "Setelah punya anak pertama
disusul dengan anak kedua, hasrat seks dengan laki-laki lebih tinggi
ketimbang dengan perempuan," kata Wim. Tak lama kemudian, ia pun
mengakhiri perkawinan pertamanya.
Kalaupun ada ganjalan, itu terjadi ketika Wim dan Philip berbeda
pendapat dalam memilih tempat bermukim selepas perkawinan. Masing-masing
bersikukuh ingin tetap tinggal di negara asalnya. Akhirnya Wim
mengalah. "Saya senang Belanda hanya untuk rekreasi," katanya.
Kebetulan, masa kerjanya pun menjelang akhir. Wim pensiun per 1
September lalu.
Setelah segala halangan teratasi, akhirnya Philip resmi dipersunting
Wim pada 23 Juli lalu. Rangkaian acara pernikahan berlangsung khidmat
sekitar satu setengah jam. Acara dimulai dengan kumpul bareng di rumah
Wim di kota Leusden, Belanda, sebagai persiapan. Sekitar 30 orang hadir,
termasuk dua anak Wim yang datang sambil menenteng kado berupa foto
keluarga. Sedangkan Philip hanya ditemani sohibnya sesama gay, Tommy dan
Deddy, yang juga bertindak sebagai saksi.
Dari rumah Wim, selanjutnya rombongan berjalan kaki ke balai kota
yang jaraknya hanya 400 meter. Di balai kota, mereka dinikahkan secara
sipil oleh pejabat setempat, setelah sebelumnya saling memasukkan cincin
sebagai bukti ikatan mereka. Usai acara di balai kota, rombongan
kembali berjalan sejauh 500 meter menuju Gereja Katolik Roma Santo
Yosep.
Di altar utama gereja tersebut, kedua mempelai mengucapkan janji
setia yang disaksikan Pastor O. Swijnenberg. Prosesi yang berbeda dengan
perkawinan umumnya, di mana janji setia diucapkan pastor dan ditirukan
mempelai. Dalam sambutannya, pastor mengatakan bahwa ia tak akan
melakukan apa yang dilarang Gereja Katolik. Tapi, katanya, ia akan
melakukan sesuatu yang bisa dilakukannya.
Pakaian yang dikenakan kedua mempelai tak seperti pengantin umumnya.
Keduanya menggunakan setelan jas. Philip menggunakan jas warna putih
dan rompi dalam warna cokelat dengan dasi putih kotak-kotak. Sedangkan
Wim mengenakan setelan jas warna hitam dengan rompi dalam warna merah
emas serta dasi warna cokelat. "Ini gaun pilihan kami berdua," tutur
Wim.
Untuk cincin kawinnya, yang memesan adalah Philip di Yogyakarta.
Beratnya Philip lupa. Hanya bentuk keduanya sama, yakni seperti dua
cincin yang digandeng. Kata Phillip, bentuk itu sebagai simbol bahwa
mereka yang berbeda telah dipersatukan dengan cinta. Sehari setelah
perkawinan, para tamu undangan dijamu makan malam di Le Rendezvous Café
di kota itu.
Philip --bersama "suaminya", Wim-- boleh jadi adalah pionir kaum
homo di Indonesia yang melenggang ke perkawinan. Dan tak menutup
kemungkinan bakal diikuti pasangan sejenis lainnya. Paling tidak, hasrat
ini tersirat pada pasangan homo dr. Mamoto Gultom, 41 tahun, dan Hendy
M. Sahertian, 30 tahun. Keduanya telah bertunangan pada 7 November 1999,
bertepatan dengan berdirinya Yayasan Pelangi Kasih Nusantara (YPKN),
lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam pencegahan penyakit
HIV/AIDS di kalangan homoseksual.
Hanya saja, pasangan pendiri sekaligus penggiat YPKN ini berharap,
perkawinan yang diidamkan itu berlangsung di Tanah Air. Tak perlu susah
payah terbang ke Belanda. "Saya berharap, pemerintah mau menerima
pasangan seperti kami," kata Hendy. Suatu harapan yang tak mudah
terwujud, mengingat hukum perkawinan Indonesia tak mengakui pernikahan
sejenis.
=====================cut======================================Gatra
edisi 46, Jumat 26 September 2003
khan- RED MEMBERS
- Number of posts : 40
Reputation : 3
Points : 5110
Registration date : 2010-07-09
admin.- BLUE MEMBERS
-
Number of posts : 712
Location : Kandang Domba
Job/hobbies : Mengajarkan cinta kasih...
Humor : oh yes... oh no...
Reputation : 19
Points : 5816
Registration date : 2010-07-10
Re: Kisah Kasih sepasang GAY menikah di Gereja Katolik Roma Santo Yosep
Yaiiiks,.... Kebiasaan pastur yang doyan bo'ol,...
Jesuschrist- BLUE MEMBERS
- Number of posts : 378
Humor : aku adalah salah satu pribadi dari 3 tuhan,, dua lainnya adalah kopi pahit da kemenyan
Reputation : 4
Points : 5484
Registration date : 2010-06-25
Similar topics
» SKANDAL SEKS GEREJA KATOLIK: Pantang Menikah Yes! Pelecehan Seksual Yes!!
» Musicman:ANTICHRIST:(sudah) muncul di dunia kristen sendiri (berdasar kitab wahyu)
» Sepasang Remaja Bersetubuh di Altar Gereja di Hadapan Jemaat
» Musicman:ANTICHRIST:(sudah) muncul di dunia kristen sendiri (berdasar kitab wahyu)
» Sepasang Remaja Bersetubuh di Altar Gereja di Hadapan Jemaat
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum
Fri 02 Feb 2024, 5:21 pm by buncis hitam
» kenapa muhammad suka makan babi????
Wed 31 Jan 2024, 1:04 am by naufal
» NYATA & FAKTA : TERNYATA YESUS PILIH MENGAULI KELEDAI DARIPADA WANITA!!! (sebuah penghinaan OLEH PAULUS)
Fri 12 Jan 2024, 9:39 pm by Uwizuya
» SORGA ISLAM RUMAH PELACUR ALLOH SWT...........
Tue 02 Jan 2024, 12:48 am by Pajar
» Moon Split or Islamic Hoax?
Wed 13 Dec 2023, 3:34 pm by admin
» In Islam a Woman Must be Submissive and Serve her Husband
Wed 13 Dec 2023, 3:32 pm by admin
» Who Taught Allah Math?
Wed 13 Dec 2023, 3:31 pm by admin
» BISNIS GEREJA YUUUKZ....LUMAYAN LOH UNTUNGNYA....
Wed 05 Jul 2023, 1:57 pm by buncis hitam
» ISLAM: Palsu, Maut, Tak Akan Tobat, Amburadul
Sun 07 May 2023, 9:50 am by MANTAN KADRUN