MURTADIN_KAFIRUN
WELCOME

Join the forum, it's quick and easy

MURTADIN_KAFIRUN
WELCOME
MURTADIN_KAFIRUN
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Latest topics
» Yeremia 23 & Ulangan 13 mengisyaratkan Muhammad nabi palsu
Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu Lebih Besar Dibandingkan Dosa Berzina EmptyFri 02 Feb 2024, 5:21 pm by buncis hitam

» kenapa muhammad suka makan babi????
Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu Lebih Besar Dibandingkan Dosa Berzina EmptyWed 31 Jan 2024, 1:04 am by naufal

» NYATA & FAKTA : TERNYATA YESUS PILIH MENGAULI KELEDAI DARIPADA WANITA!!! (sebuah penghinaan OLEH PAULUS)
Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu Lebih Besar Dibandingkan Dosa Berzina EmptyFri 12 Jan 2024, 9:39 pm by Uwizuya

» SORGA ISLAM RUMAH PELACUR ALLOH SWT...........
Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu Lebih Besar Dibandingkan Dosa Berzina EmptyTue 02 Jan 2024, 12:48 am by Pajar

» Moon Split or Islamic Hoax?
Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu Lebih Besar Dibandingkan Dosa Berzina EmptyWed 13 Dec 2023, 3:34 pm by admin

» In Islam a Woman Must be Submissive and Serve her Husband
Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu Lebih Besar Dibandingkan Dosa Berzina EmptyWed 13 Dec 2023, 3:32 pm by admin

» Who Taught Allah Math?
Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu Lebih Besar Dibandingkan Dosa Berzina EmptyWed 13 Dec 2023, 3:31 pm by admin

» BISNIS GEREJA YUUUKZ....LUMAYAN LOH UNTUNGNYA....
Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu Lebih Besar Dibandingkan Dosa Berzina EmptyWed 05 Jul 2023, 1:57 pm by buncis hitam

» ISLAM: Palsu, Maut, Tak Akan Tobat, Amburadul
Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu Lebih Besar Dibandingkan Dosa Berzina EmptySun 07 May 2023, 9:50 am by MANTAN KADRUN

Gallery


Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu Lebih Besar Dibandingkan Dosa Berzina Empty
MILIS MURTADIN_KAFIRUN
MURTADIN KAFIRUNexMUSLIM INDONESIA BERJAYA12 Oktober Hari Murtad Dari Islam Sedunia

Kami tidak memfitnah, tetapi menyatakan fakta kebenaran yang selama ini selalu ditutupi oleh muslim untuk menyembunyikan kebejatan nabinya

Menyongsong Punahnya Islam

Wadah syiar Islam terlengkap & terpercaya, mari sebarkan selebaran artikel yang sesungguhnya tentang si Pelacur Alloh Swt dan Muhammad bin Abdullah yang MAHA TERKUTUK itu ke dunia nyata!!!!
 

Kebrutalan dan keberingasan muslim di seantero dunia adalah bukti bahwa Islam agama setan (AJARAN JAHAT,BUAS,BIADAB,CABUL,DUSTA).  Tuhan (KEBENARAN) tidak perlu dibela, tetapi setan (KEJAHATAN) perlu mendapat pembelaan manusia agar dustanya terus bertahan

Subscribe to MURTADIN_KAFIRUN

Powered by us.groups.yahoo.com

Who is online?
In total there are 112 users online :: 0 Registered, 0 Hidden and 112 Guests :: 1 Bot

None

[ View the whole list ]


Most users ever online was 354 on Wed 26 May 2010, 4:49 pm
RSS feeds


Yahoo! 
MSN 
AOL 
Netvibes 
Bloglines 


Social bookmarking

Social bookmarking reddit      

Bookmark and share the address of MURTADINKAFIRUN on your social bookmarking website

Bookmark and share the address of MURTADIN_KAFIRUN on your social bookmarking website


Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu Lebih Besar Dibandingkan Dosa Berzina

2 posters

Go down

Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu Lebih Besar Dibandingkan Dosa Berzina Empty Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu Lebih Besar Dibandingkan Dosa Berzina

Post by cinta_islam Sat 24 Jul 2010, 2:56 pm

Para pembaca yang semoga selalu dirahmati oleh Allah Ta’ala. Kita semua
pasti tahu bahwa shalat adalah perkara yang amat penting. Bahkan shalat
termasuk salah satu rukun Islam yang utama yang bisa membuat bangunan
Islam tegak. Namun, realita yang ada di tengah umat ini sungguh sangat
berbeda. Kalau kita melirik sekeliling kita, ada saja orang yang dalam
KTP-nya mengaku Islam, namun biasa meninggalkan rukun Islam yang satu
ini. Mungkin di antara mereka, ada yang hanya melaksanakan shalat
sekali sehari, itu pun kalau ingat. Mungkin ada pula yang hanya
melaksanakan shalat sekali dalam seminggu yaitu shalat Jum’at. Yang
lebih parah lagi, tidak sedikit yang hanya ingat dan melaksanakan
shalat dalam setahun dua kali yaitu ketika Idul Fithri dan Idul Adha
saja.
Memang sungguh prihatin dengan kondisi umat saat ini. Banyak
yang mengaku Islam di KTP, namun kelakuannya semacam ini. Oleh karena
itu, pada tulisan yang singkat ini kami akan mengangkat pembahasan
mengenai hukum meninggalkan shalat. Semoga Allah memudahkannya dan
memberi taufik kepada setiap orang yang membaca tulisan ini.Para ulama sepakat bahwa meninggalkan shalat termasuk dosa besar yang lebih besar dari dosa besar lainnya
Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, “Kaum
muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja
adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa
membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum
minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan
kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash Sholah, hal. 7)
Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir, Ibnu Hazm –rahimahullah-
berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada
dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang
mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.” (Al Kaba’ir, hal. 25)
Adz Dzahabi –rahimahullah-
juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya
termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat secara
keseluruhan -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang
berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya
termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai
berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat.
Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi,
celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).” (Al Kaba’ir, hal. 26-27)
Apakah orang yang meninggalkan shalat, kafir alias bukan muslim?
Dalam
point sebelumnya telah dijelaskan, para ulama bersepakat bahwa
meninggalkan shalat termasuk dosa besar bahkan lebih besar dari dosa
berzina dan mencuri. Mereka tidak berselisih pendapat dalam masalah
ini. Namun, yang menjadi masalah selanjutnya, apakah orang yang
meninggalkan shalat masih muslim ataukah telah kafir?
Asy Syaukani -rahimahullah-
mengatakan bahwa tidak ada beda pendapat di antara kaum muslimin
tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari
kewajibannya. Namun apabila meninggalkan shalat karena malas dan tetap
meyakini shalat lima waktu itu wajib -sebagaimana kondisi sebagian
besar kaum muslimin saat ini-, maka dalam hal ini ada perbedaan
pendapat (Lihat Nailul Author, 1/369).
Mengenai
meninggalkan shalat karena malas-malasan dan tetap meyakini shalat itu
wajib, ada tiga pendapat di antara para ulama mengenai hal ini.
Pendapat
pertama mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat harus dibunuh
karena dianggap telah murtad (keluar dari Islam). Pendapat ini adalah
pendapat Imam Ahmad, Sa’id bin Jubair, ‘Amir Asy Sya’bi, Ibrohim An
Nakho’i, Abu ‘Amr, Al Auza’i, Ayyub As Sakhtiyani, ‘Abdullah bin Al
Mubarrok, Ishaq bin Rohuwyah, ‘Abdul Malik bin Habib (ulama
Malikiyyah), pendapat sebagian ulama Syafi’iyah, pendapat Imam Syafi’i
(sebagaimana dikatakan oleh Ath Thohawiy), pendapat Umar bin Al Khothob
(sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hazm), Mu’adz bin Jabal, ‘Abdurrahman
bin ‘Auf, Abu Hurairah, dan sahabat lainnya.
Pendapat kedua
mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dibunuh dengan hukuman
had, namun tidak dihukumi kafir. Inilah pendapat Malik, Syafi’i, dan
salah salah satu pendapat Imam Ahmad.
Pendapat ketiga
mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas-malasan
adalah fasiq (telah berbuat dosa besar) dan dia harus dipenjara sampai
dia mau menunaikan shalat. Inilah pendapat Hanafiyyah. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 22/186-187)
Jadi,
intinya ada perbedaan pendapat dalam masalah ini di antara para ulama
termasuk pula ulama madzhab. Bagaimana hukum meninggalkan shalat
menurut Al Qur’an dan As Sunnah? Silakan simak pembahasan selanjutnya.
Pembicaraan orang yang meninggalkan shalat dalam Al Qur’an
Banyak ayat yang membicarakan hal ini dalam Al Qur’an, namun yang kami bawakan adalah dua ayat saja.
Allah Ta’ala berfirman,
فَخَلَفَ
مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ
فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
“Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan
shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui
al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.”
(QS. Maryam: 59-60)
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma
mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam
yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. (Ash Sholah, hal. 31)
Dalam
ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu sungai di Jahannam-
sebagai tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat
(hawa nafsu). Seandainya orang yang meninggalkan shalat adalah orang
yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di neraka paling
atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini (ghoyya)
yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang
muslim, namun tempat orang-orang kafir.
Pada ayat selanjutnya juga, Allah telah mengatakan,
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
“kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” Maka seandainya orang yang menyiakan shalat adalah mukmin, tentu dia tidak dimintai taubat untuk beriman.
Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.”
(QS. At Taubah [9]: 11). Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengaitkan
persaudaraan seiman dengan mengerjakan shalat. Berarti jika shalat
tidak dikerjakan, bukanlah saudara seiman. Konsekuensinya orang yang
meninggalkan shalat bukanlah mukmin karena orang mukmin itu bersaudara
sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (QS. Al Hujurat [49]: 10)
Pembicaraan orang yang meninggalkan shalat dalam Hadits
Terdapat beberapa hadits yang membicarakan masalah ini.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257)
Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu -bekas budak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ
“Pemisah
Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat.
Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.”
(HR. Ath Thobariy dengan sanad shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566).
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ
“Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2825. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi).
Dalam hadits ini, dikatakan bahwa shalat dalam agama Islam ini adalah
seperti penopang (tiang) yang menegakkan kemah. Kemah tersebut bisa
roboh (ambruk) dengan patahnya tiangnya. Begitu juga dengan islam, bisa
ambruk dengan hilangnya shalat.
Para sahabat ber-ijma’ (bersepakat) bahwa meninggalkan shalat adalah kafir
Umar mengatakan,
لاَ إِسْلاَمَ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
“Tidaklah disebut muslim bagi orang yang meninggalkan shalat.”
Dari jalan yang lain, Umar berkata,
ولاَحَظَّ فِي الاِسْلاَمِ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
“Tidak
ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.”
(Dikeluarkan oleh Malik. Begitu juga diriwayatkan oleh Sa’ad di Ath Thobaqot, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Iman. Diriwayatkan pula oleh Ad Daruquthniy dalam kitab Sunan-nya, juga Ibnu ‘Asakir. Hadits ini shohih, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil
no. 209). Saat Umar mengatakan perkataan di atas tatkala menjelang
sakratul maut, tidak ada satu orang sahabat pun yang mengingkarinya.
Oleh karena itu, hukum bahwa meninggalkan shalat adalah kafir termasuk ijma’ (kesepakatan) sahabat sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim dalam kitab Ash Sholah.
Mayoritas
sahabat Nabi menganggap bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan
sengaja adalah kafir sebagaimana dikatakan oleh seorang tabi’in,
Abdullah bin Syaqiq. Beliau mengatakan,
كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلاَةِ
“Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan
menyebabkan kafir kecuali shalat.” Perkataan ini diriwayatkan oleh At
Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim
mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di
dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. (Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52)
Dari
pembahasan terakhir ini terlihat bahwasanya Al Qur’an, hadits dan
perkataan sahabat bahkan ini adalah ijma’ (kesepakatan) mereka
menyatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah
kafir (keluar dari Islam). Itulah pendapat yang terkuat dari pendapat
para ulama yang ada.
Ibnul Qayyim mengatakan, “Tidakkah
seseorang itu malu dengan mengingkari pendapat bahwa orang yang
meninggalkan shalat adalah kafir, padahal hal ini telah dipersaksikan
oleh Al Kitab (Al Qur’an), As Sunnah dan kesepakatan sahabat. Wallahul
Muwaffiq (Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik).” (Ash Sholah, hal. 56)
Berbagai kasus orang yang meninggalkan shalat
[Kasus Pertama] Kasus ini adalah meninggalkan shalat dengan mengingkari kewajibannya sebagaimana mungkin perkataan sebagian orang, “Sholat oleh, ora sholat oleh.”
[Kalau mau shalat boleh-boleh saja, tidak shalat juga tidak apa-apa].
Jika hal ini dilakukan dalam rangka mengingkari hukum wajibnya shalat,
orang semacam ini dihukumi kafir tanpa ada perselisihan di antara para
ulama.
[Kasus Kedua] Kasus kali ini adalah
meninggalkan shalat dengan menganggap gampang dan tidak pernah
melaksanakannya. Bahkan ketika diajak untuk melaksanakannya, malah
enggan. Maka orang semacam ini berlaku hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Inilah
pendapat Imam Ahmad, Ishaq, mayoritas ulama salaf dari shahabat dan
tabi’in.
[Kasus Ketiga] Kasus ini yang sering
dilakukan kaum muslimin yaitu tidak rutin dalam melaksanakan shalat
yaitu kadang shalat dan kadang tidak. Maka dia masih dihukumi muslim
secara zhohir (yang nampak pada dirinya) dan tidak kafir. Inilah
pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu hendaklah bersikap lemah lembut
terhadap orang semacam ini hingga dia kembali ke jalan yang benar. Wal ‘ibroh bilkhotimah [Hukuman baginya dilihat dari keadaan akhir hidupnya].
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Jika seorang hamba melakukan sebagian
perintah dan meninggalkan sebagian, maka baginya keimanan sesuai dengan
perintah yang dilakukannya. Iman itu bertambah dan berkurang. Dan bisa
jadi pada seorang hamba ada iman dan nifak sekaligus. …Sesungguhnya
sebagian besar manusia bahkan mayoritasnya di banyak negeri, tidaklah
selalu menjaga shalat lima waktu. Dan mereka tidak meninggalkan secara
total. Mereka terkadang shalat dan terkadang meninggalkannya.
Orang-orang semacam ini ada pada diri mereka iman dan nifak sekaligus.
Berlaku bagi mereka hukum Islam secara zhohir seperti pada masalah
warisan dan semacamnya. Hukum ini (warisan) bisa berlaku bagi orang
munafik tulen. Maka lebih pantas lagi berlaku bagi orang yang kadang
shalat dan kadang tidak.” (Majmu’ Al Fatawa, 7/617)
[Kasus Keempat]
Kasus ini adalah bagi orang yang meninggalkan shalat dan tidak
mengetahui bahwa meninggalkan shalat membuat orang kafir. Maka hukum
bagi orang semacam ini adalah sebagaimana orang jahil (bodoh). Orang
ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya yang
dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman.
[Kasus Kelima]
Kasus ini adalah untuk orang yang mengerjakan shalat hingga keluar
waktunya. Dia selalu rutin dalam melaksanakannya, namun sering
mengerjakan di luar waktunya. Maka orang semacam ini tidaklah kafir,
namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela sebagaimana Allah
berfirman,
وَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5)
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Maa’un [107]: 4-5) (Lihat Al Manhajus Salafi ‘inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, 189-190)
Penutup
Sudah
sepatutnya kita menjaga shalat lima waktu. Barangsiapa yang selalu
menjaganya, berarti telah menjaga agamanya. Barangsiapa yang sering
menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan
lagi.
Amirul Mukminin, Umar bin Al Khoththob –radhiyallahu ‘anhu-
mengatakan, “Sesungguhnya di antara perkara terpenting bagi kalian
adalah shalat. Barangsiapa menjaga shalat, berarti dia telah menjaga
agama. Barangsiapa yang menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya
akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi orang
yang meninggalkan shalat.”
Imam Ahmad –rahimahullah-
juga mengatakan perkataan yang serupa, “Setiap orang yang meremehkan
perkara shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang memiliki
bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima
waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang
betul-betul memperhatikan shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai
hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan
engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu,
sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.” (Lihat Ash Sholah, hal. 12)
Oleh
karena itu, seseorang bukanlah hanya meyakini (membenarkan) bahwa
shalat lima waktu itu wajib. Namun haruslah disertai dengan
melaksanakannya (inqiyad). Karena iman bukanlah hanya dengan tashdiq
(membenarkan), namun harus pula disertai dengan inqiyad
(melaksanakannya dengan anggota badan).
Ibnul Qoyyim
mengatakan, “Iman adalah dengan membenarkan (tashdiq). Namun bukan
hanya sekedar membenarkan (meyakini) saja, tanpa melaksanakannya
(inqiyad). Kalau iman hanyalah membenarkan (tashdiq) saja, tentu iblis,
Fir’aun dan kaumnya, kaum sholeh, dan orang Yahudi yang membenarkan
bahwa Muhammad adalah utusan Allah (mereka meyakini hal ini sebagaimana
mereka mengenal anak-anak mereka), tentu mereka semua akan disebut
orang yang beriman (mu’min-mushoddiq).”
Al Hasan mengatakan,
“Iman bukanlah hanya dengan angan-angan (tanpa ada amalan). Namun iman
adalah sesuatu yang menancap dalam hati dan dibenarkan dengan amal
perbuatan.” (Lihat Ash Sholah, 35-36)
Semoga tulisan
yang singkat ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga kita dapat
mengingatkan kerabat, saudara dan sahabat kita mengenai bahaya
meninggalkan shalat lima waktu. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi
tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala
alihi wa shohbihi wa sallam.
cinta_islam
cinta_islam
BLUE MEMBERS
BLUE MEMBERS

Male
Number of posts : 556
Age : 34
Location : martapura - kota intan
Job/hobbies : pembela islam
Humor : bisakah musik rock di pake di gereja?
Reputation : 55
Points : 6121
Registration date : 2010-03-08

https://bs-ba.facebook.com/topic.php?uid=120658514619705&topi

Back to top Go down

Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu Lebih Besar Dibandingkan Dosa Berzina Empty Re: Dosa Meninggalkan Shalat Lima Waktu Lebih Besar Dibandingkan Dosa Berzina

Post by vampir kristus Sat 24 Jul 2010, 4:33 pm

cinta_islam wrote:Para pembaca yang semoga selalu dirahmati oleh Allah Ta’ala. Kita semua
pasti tahu bahwa shalat adalah perkara yang amat penting. Bahkan shalat
termasuk salah satu rukun Islam yang utama yang bisa membuat bangunan
Islam tegak. Namun, realita yang ada di tengah umat ini sungguh sangat
berbeda. Kalau kita melirik sekeliling kita, ada saja orang yang dalam
KTP-nya mengaku Islam, namun biasa meninggalkan rukun Islam yang satu
ini. Mungkin di antara mereka, ada yang hanya melaksanakan shalat
sekali sehari, itu pun kalau ingat. Mungkin ada pula yang hanya
melaksanakan shalat sekali dalam seminggu yaitu shalat Jum’at. Yang
lebih parah lagi, tidak sedikit yang hanya ingat dan melaksanakan
shalat dalam setahun dua kali yaitu ketika Idul Fithri dan Idul Adha
saja.
Memang sungguh prihatin dengan kondisi umat saat ini. Banyak
yang mengaku Islam di KTP, namun kelakuannya semacam ini. Oleh karena
itu, pada tulisan yang singkat ini kami akan mengangkat pembahasan
mengenai hukum meninggalkan shalat. Semoga Allah memudahkannya dan
memberi taufik kepada setiap orang yang membaca tulisan ini.Para ulama sepakat bahwa meninggalkan shalat termasuk dosa besar yang lebih besar dari dosa besar lainnya
Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, “Kaum
muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja
adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa
membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum
minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan
kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash Sholah, hal. 7)
Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir, Ibnu Hazm –rahimahullah-
berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada
dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang
mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.” (Al Kaba’ir, hal. 25)
Adz Dzahabi –rahimahullah-
juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya
termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat secara
keseluruhan -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang
berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya
termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai
berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat.
Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi,
celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).” (Al Kaba’ir, hal. 26-27)
Apakah orang yang meninggalkan shalat, kafir alias bukan muslim?
Dalam
point sebelumnya telah dijelaskan, para ulama bersepakat bahwa
meninggalkan shalat termasuk dosa besar bahkan lebih besar dari dosa
berzina dan mencuri. Mereka tidak berselisih pendapat dalam masalah
ini. Namun, yang menjadi masalah selanjutnya, apakah orang yang
meninggalkan shalat masih muslim ataukah telah kafir?
Asy Syaukani -rahimahullah-
mengatakan bahwa tidak ada beda pendapat di antara kaum muslimin
tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari
kewajibannya. Namun apabila meninggalkan shalat karena malas dan tetap
meyakini shalat lima waktu itu wajib -sebagaimana kondisi sebagian
besar kaum muslimin saat ini-, maka dalam hal ini ada perbedaan
pendapat (Lihat Nailul Author, 1/369).
Mengenai
meninggalkan shalat karena malas-malasan dan tetap meyakini shalat itu
wajib, ada tiga pendapat di antara para ulama mengenai hal ini.
Pendapat
pertama mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat harus dibunuh
karena dianggap telah murtad (keluar dari Islam). Pendapat ini adalah
pendapat Imam Ahmad, Sa’id bin Jubair, ‘Amir Asy Sya’bi, Ibrohim An
Nakho’i, Abu ‘Amr, Al Auza’i, Ayyub As Sakhtiyani, ‘Abdullah bin Al
Mubarrok, Ishaq bin Rohuwyah, ‘Abdul Malik bin Habib (ulama
Malikiyyah), pendapat sebagian ulama Syafi’iyah, pendapat Imam Syafi’i
(sebagaimana dikatakan oleh Ath Thohawiy), pendapat Umar bin Al Khothob
(sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hazm), Mu’adz bin Jabal, ‘Abdurrahman
bin ‘Auf, Abu Hurairah, dan sahabat lainnya.
Pendapat kedua
mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dibunuh dengan hukuman
had, namun tidak dihukumi kafir. Inilah pendapat Malik, Syafi’i, dan
salah salah satu pendapat Imam Ahmad.
Pendapat ketiga
mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas-malasan
adalah fasiq (telah berbuat dosa besar) dan dia harus dipenjara sampai
dia mau menunaikan shalat. Inilah pendapat Hanafiyyah. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 22/186-187)
Jadi,
intinya ada perbedaan pendapat dalam masalah ini di antara para ulama
termasuk pula ulama madzhab. Bagaimana hukum meninggalkan shalat
menurut Al Qur’an dan As Sunnah? Silakan simak pembahasan selanjutnya.
Pembicaraan orang yang meninggalkan shalat dalam Al Qur’an
Banyak ayat yang membicarakan hal ini dalam Al Qur’an, namun yang kami bawakan adalah dua ayat saja.
Allah Ta’ala berfirman,
فَخَلَفَ
مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ
فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
“Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan
shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui
al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.”
(QS. Maryam: 59-60)
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma
mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam
yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. (Ash Sholah, hal. 31)
Dalam
ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu sungai di Jahannam-
sebagai tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat
(hawa nafsu). Seandainya orang yang meninggalkan shalat adalah orang
yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di neraka paling
atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini (ghoyya)
yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang
muslim, namun tempat orang-orang kafir.
Pada ayat selanjutnya juga, Allah telah mengatakan,
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
“kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” Maka seandainya orang yang menyiakan shalat adalah mukmin, tentu dia tidak dimintai taubat untuk beriman.
Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.”
(QS. At Taubah [9]: 11). Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengaitkan
persaudaraan seiman dengan mengerjakan shalat. Berarti jika shalat
tidak dikerjakan, bukanlah saudara seiman. Konsekuensinya orang yang
meninggalkan shalat bukanlah mukmin karena orang mukmin itu bersaudara
sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (QS. Al Hujurat [49]: 10)
Pembicaraan orang yang meninggalkan shalat dalam Hadits
Terdapat beberapa hadits yang membicarakan masalah ini.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257)
Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu -bekas budak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ
“Pemisah
Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat.
Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.”
(HR. Ath Thobariy dengan sanad shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566).
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ
“Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2825. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi).
Dalam hadits ini, dikatakan bahwa shalat dalam agama Islam ini adalah
seperti penopang (tiang) yang menegakkan kemah. Kemah tersebut bisa
roboh (ambruk) dengan patahnya tiangnya. Begitu juga dengan islam, bisa
ambruk dengan hilangnya shalat.
Para sahabat ber-ijma’ (bersepakat) bahwa meninggalkan shalat adalah kafir
Umar mengatakan,
لاَ إِسْلاَمَ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
“Tidaklah disebut muslim bagi orang yang meninggalkan shalat.”
Dari jalan yang lain, Umar berkata,
ولاَحَظَّ فِي الاِسْلاَمِ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
“Tidak
ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.”
(Dikeluarkan oleh Malik. Begitu juga diriwayatkan oleh Sa’ad di Ath Thobaqot, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Iman. Diriwayatkan pula oleh Ad Daruquthniy dalam kitab Sunan-nya, juga Ibnu ‘Asakir. Hadits ini shohih, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil
no. 209). Saat Umar mengatakan perkataan di atas tatkala menjelang
sakratul maut, tidak ada satu orang sahabat pun yang mengingkarinya.
Oleh karena itu, hukum bahwa meninggalkan shalat adalah kafir termasuk ijma’ (kesepakatan) sahabat sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim dalam kitab Ash Sholah.
Mayoritas
sahabat Nabi menganggap bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan
sengaja adalah kafir sebagaimana dikatakan oleh seorang tabi’in,
Abdullah bin Syaqiq. Beliau mengatakan,
كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلاَةِ
“Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan
menyebabkan kafir kecuali shalat.” Perkataan ini diriwayatkan oleh At
Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim
mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di
dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. (Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52)
Dari
pembahasan terakhir ini terlihat bahwasanya Al Qur’an, hadits dan
perkataan sahabat bahkan ini adalah ijma’ (kesepakatan) mereka
menyatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah
kafir (keluar dari Islam). Itulah pendapat yang terkuat dari pendapat
para ulama yang ada.
Ibnul Qayyim mengatakan, “Tidakkah
seseorang itu malu dengan mengingkari pendapat bahwa orang yang
meninggalkan shalat adalah kafir, padahal hal ini telah dipersaksikan
oleh Al Kitab (Al Qur’an), As Sunnah dan kesepakatan sahabat. Wallahul
Muwaffiq (Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik).” (Ash Sholah, hal. 56)
Berbagai kasus orang yang meninggalkan shalat
[Kasus Pertama] Kasus ini adalah meninggalkan shalat dengan mengingkari kewajibannya sebagaimana mungkin perkataan sebagian orang, “Sholat oleh, ora sholat oleh.”
[Kalau mau shalat boleh-boleh saja, tidak shalat juga tidak apa-apa].
Jika hal ini dilakukan dalam rangka mengingkari hukum wajibnya shalat,
orang semacam ini dihukumi kafir tanpa ada perselisihan di antara para
ulama.
[Kasus Kedua] Kasus kali ini adalah
meninggalkan shalat dengan menganggap gampang dan tidak pernah
melaksanakannya. Bahkan ketika diajak untuk melaksanakannya, malah
enggan. Maka orang semacam ini berlaku hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Inilah
pendapat Imam Ahmad, Ishaq, mayoritas ulama salaf dari shahabat dan
tabi’in.
[Kasus Ketiga] Kasus ini yang sering
dilakukan kaum muslimin yaitu tidak rutin dalam melaksanakan shalat
yaitu kadang shalat dan kadang tidak. Maka dia masih dihukumi muslim
secara zhohir (yang nampak pada dirinya) dan tidak kafir. Inilah
pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu hendaklah bersikap lemah lembut
terhadap orang semacam ini hingga dia kembali ke jalan yang benar. Wal ‘ibroh bilkhotimah [Hukuman baginya dilihat dari keadaan akhir hidupnya].
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Jika seorang hamba melakukan sebagian
perintah dan meninggalkan sebagian, maka baginya keimanan sesuai dengan
perintah yang dilakukannya. Iman itu bertambah dan berkurang. Dan bisa
jadi pada seorang hamba ada iman dan nifak sekaligus. …Sesungguhnya
sebagian besar manusia bahkan mayoritasnya di banyak negeri, tidaklah
selalu menjaga shalat lima waktu. Dan mereka tidak meninggalkan secara
total. Mereka terkadang shalat dan terkadang meninggalkannya.
Orang-orang semacam ini ada pada diri mereka iman dan nifak sekaligus.
Berlaku bagi mereka hukum Islam secara zhohir seperti pada masalah
warisan dan semacamnya. Hukum ini (warisan) bisa berlaku bagi orang
munafik tulen. Maka lebih pantas lagi berlaku bagi orang yang kadang
shalat dan kadang tidak.” (Majmu’ Al Fatawa, 7/617)
[Kasus Keempat]
Kasus ini adalah bagi orang yang meninggalkan shalat dan tidak
mengetahui bahwa meninggalkan shalat membuat orang kafir. Maka hukum
bagi orang semacam ini adalah sebagaimana orang jahil (bodoh). Orang
ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya yang
dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman.
[Kasus Kelima]
Kasus ini adalah untuk orang yang mengerjakan shalat hingga keluar
waktunya. Dia selalu rutin dalam melaksanakannya, namun sering
mengerjakan di luar waktunya. Maka orang semacam ini tidaklah kafir,
namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela sebagaimana Allah
berfirman,
وَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5)
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Maa’un [107]: 4-5) (Lihat Al Manhajus Salafi ‘inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, 189-190)
Penutup
Sudah
sepatutnya kita menjaga shalat lima waktu. Barangsiapa yang selalu
menjaganya, berarti telah menjaga agamanya. Barangsiapa yang sering
menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan
lagi.
Amirul Mukminin, Umar bin Al Khoththob –radhiyallahu ‘anhu-
mengatakan, “Sesungguhnya di antara perkara terpenting bagi kalian
adalah shalat. Barangsiapa menjaga shalat, berarti dia telah menjaga
agama. Barangsiapa yang menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya
akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi orang
yang meninggalkan shalat.”
Imam Ahmad –rahimahullah-
juga mengatakan perkataan yang serupa, “Setiap orang yang meremehkan
perkara shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang memiliki
bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima
waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang
betul-betul memperhatikan shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai
hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan
engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu,
sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.” (Lihat Ash Sholah, hal. 12)
Oleh
karena itu, seseorang bukanlah hanya meyakini (membenarkan) bahwa
shalat lima waktu itu wajib. Namun haruslah disertai dengan
melaksanakannya (inqiyad). Karena iman bukanlah hanya dengan tashdiq
(membenarkan), namun harus pula disertai dengan inqiyad
(melaksanakannya dengan anggota badan).
Ibnul Qoyyim
mengatakan, “Iman adalah dengan membenarkan (tashdiq). Namun bukan
hanya sekedar membenarkan (meyakini) saja, tanpa melaksanakannya
(inqiyad). Kalau iman hanyalah membenarkan (tashdiq) saja, tentu iblis,
Fir’aun dan kaumnya, kaum sholeh, dan orang Yahudi yang membenarkan
bahwa Muhammad adalah utusan Allah (mereka meyakini hal ini sebagaimana
mereka mengenal anak-anak mereka), tentu mereka semua akan disebut
orang yang beriman (mu’min-mushoddiq).”
Al Hasan mengatakan,
“Iman bukanlah hanya dengan angan-angan (tanpa ada amalan). Namun iman
adalah sesuatu yang menancap dalam hati dan dibenarkan dengan amal
perbuatan.” (Lihat Ash Sholah, 35-36)
Semoga tulisan
yang singkat ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga kita dapat
mengingatkan kerabat, saudara dan sahabat kita mengenai bahaya
meninggalkan shalat lima waktu. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi
tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala
alihi wa shohbihi wa sallam.
SUNDUL AH............
vampir kristus
vampir kristus
SILVER MEMBERS
SILVER MEMBERS

Male
Number of posts : 1070
Age : 34
Location : palangkaraya
Humor : bang yes lagi mencret
Reputation : 56
Points : 6317
Registration date : 2010-04-24

http:// laskarislam.indonesianforum.net/

Back to top Go down

Back to top

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum